Monday, March 17, 2008

Menakar Prospek SBY vs Mega

Oleh : Abdul Hakim MS.

Detik.com 24 September 2007

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin malam (10/9/2007) resmi diajukan oleh partai "banteng gemuk" menjadi calon presiden pada pemilu 2009. Mega yang sempat bimbang, pada sesi penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP di Gedung Hall B2 Pekan Raya Jakarta, dengan mantap menyatakan siap melaju ke perebutan kursi RI 1.

Kesiapan Megawati untuk dicalonkan menjadi presiden jauh-jauh hari sebelum pemilu berlangsung mungkin bisa dimaknai dari tiga perspektif.

Pertama, kondisi PDIP yang kini sedang "naik daun", membutuhkan tokoh yang bisa terus menjaga kesolidan partai itu. Dan hingga kini sosok Megawati masih dianggap sebagai ikon pemersatu bagi partai moncong putih itu.

Kedua, PDIP belajar dari kekalahan pada pemilu 2004. Sebagai partai pemenang pemilu kala itu Mega harus keok pada pemilihan presiden. Dengan jauh-jauh hari menyatakan calon presidennya PDIP berharap bisa dengan serius mempersiapkan pertarungan pada pemilu 2009.

Ketiga, Megawati ingin menghindari adanya manuver munculnya calon presiden lain dari internal partai sendiri. Sudah dapat diduga, ketika mendekati masa pemilu berlangsung, banyak "pelamar" yang akan hinggap ke PDIP. Kondisi ini tentunya tidak diinginkan oleh Mega karena dapat berimplikasi pecahnya partai ini menyongsong pemilu 2009.

Namun, pertanyaan yang mungkin laik untuk dimunculkan adalah mampukah Megawati menyaingi SBY pada pemilu 2009.

Pertanyaan di atas tentu sangat sulit untuk dijawab saat ini karena hasil pemilu 2009 sendiri baru bisa diketahui dua tahun mendatang. Meski begitu menganalisa serta memprediksi hasil pemilu ketiga era reformasi ini, khusunya persaingan antara SBY vs Mega dapat menjadi kajian menarik untuk dimunculkan kepermukaan.

Right Time Wrong Man

Secara politis langkah PDIP untuk mengusung calon presidennya jauh-jauh hari sebelum pemilu berlangsung tentu merupakan keputusan tepat. Dengan panjangnya waktu tentu akan mempermudah melakukan sosialisasi ke basis massa pemilih. Ditambah lagi pamor PDIP saat ini, berdasarkan berbagai survei menjadi pilihan favorit masyarakat.

Ambil salah satu contoh hasil riset mutakhir Indo Barometer yang dilakukan pada Mei 2007. Jika pemilu dilakukan pada saat itu PDIP akan menjadi pemenang pemilu menggeser Partai Golkar yang sejak tahun 2004 selalu berada di rangking pertama survei yang kredibel. Hasil yang sama juga diperoleh melalui survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), baik pimpinan Saiful Mujani atau Denny JA.

Meski sebagian besar faktor melonjaknya PDIP bukan karena prestasi PDIP sendiri melainkan dapat bola muntahan dari publik yang kecewa dengan kerja pemerintahan. Akan tetapi keadaan ini bisa menjadi momentum tepat (right time) bagi partai titisan PNI masa lalu ini untuk melakukan konsolidasi ke dalam. Termasuk mengusung jagonya pada pilpres 2009.

Namun, momentum ini tidak dipergunakan dengan baik oleh PDIP. Dengan kembali mengusung Megawati sebagai calon presiden grafik bagus PDIP bisa jadi akan menuai titik balik. Pencalonan kembali Megawati akan menjadi kontraproduktif.

Ini tak lain disebabkan oleh pertama, kinerja Mega selama menjadi presiden selalu menuai rapor merah.

Kedua, ketika Megawati menjadi presiden PDIP yang pada pemilu 1999 identik dengan partainya wong alit berubah image menjadi partainya wong elit. Ini tak lain dikarenakan kebijakan-kebijakan Mega yang kerap melupakan konstituen dan terkesan elitis.

Ketiga, Megawati dianggap gagal mambawa kesejahteraan masyarakat selama menjadi penguasa negeri ini.

Ketiga indikasi itu telah terbukti pada pemilu 2004 lalu. Megawati kalah telak menghadapi SBY pada putaran dua pemilihan presiden. Perolehan angka mereka terpaut cukup jauh. SBY dapat mendulang 69.266.350 suara (60,62%), Sedangkan Megawati hanya menuai 44.990.704 suara (39,38%).

Kalah Head to Head

Jika dikomparasikan dalam perspektif hasil survei tingkat kepuasan publik terhadap kinerja SBY vs Mega, secara head to head, kinerja SBY lebih baik dibanding Mega. Tengoklah hasil riset tingkat kepuasan publik selama dua tahun pertama pemerintahan Megawati dibandingkan dengan dua tahun pertama pemerintahan SBY.

Dalam riset yang diselenggarakan oleh CESDA-LP3ES yang dipublikasikan pada 30 September 2003 untuk mengukur tingkat kepuasan publik terhadap dua tahun pertama kinerja pemerintahan Megawati tak satu pun menorehkan rapor biru (nilai kepuasan di atas 50%). Untuk penyediaan lapangan kerja pemerintahan Megawati dianggap tidak serius. Angka kepuasan publik hanya 11%.

Dalam masalah penanganan konflik pemerintahan Megawati juga dianggap gagal. Kepuasan publik terhadap penanganan konflik Papua dan Aceh misalnya. Angka masing-masing bidang ini hanya 23% dan 37%. Yang paling rendah adalah tingkat kepuasan masyarakat terhadap bidang penegakan hukum.

Hanya 19% yang merasa puas terhadap upaya pemerintah Megawati dalam menangani masalah ini. Lebih parah, hanya 7% saja anggota masyarakat yang merasa puas terhadap penanganan korupsi. Di bidang sosial juga setali tiga uang. Hanya 26% saja anggota masyarakat yang menyatakan puas. Puncaknya, 66% masyarakat menganggap pemerintahan Mega gagal.

Hal ini berbeda dengan SBY. Meski tak dipadang berhasil secara keseluruhan, citra SBY masih sedikit lebih baik dibanding Mega. Simaklah hasil survei LSI terhadap kinerja 2,5 tahun pemerintahan SBY yang dipublikasikan pada April 2007. Terhadap bidang-bidang yang sama, tingkat kepuasan publik angkanya selalu mengungguli Mega. Untuk penyediaan lapangan kerja, 22,9% SBY dianggap mampu oleh masyarakat.

Bandingkan dengan Mega yang hanya 11%. Dalam penanganan konflik (bidang keamanan) SBY bahkan menuai rapor biru dengan tingkat kepuasan 59,6%. Dalam bidang ini, Mega hanya menuai angka 23-37%.

Dalam bidang penegakan hukum, SBY juga lebih berhasil dibanding Mega. 47.2% masyarakat percaya bahwa SBY serius menangani bidang hukum. Megawati hanya menuai angka 19%. Di bidang sosial, SBY juga mengungguli Mega dengan 46.9%. Padahal Mega dalam mengatasi persoalan sosial angkanya hanya 26%.

Melihat data dan fakta di atas, hemat saya, PDIP melakukan blunder besar dengan kembali mencalonkan Megawati menjadi calon presiden pada pemilu 2009 medatang. Timing baik dengan membumbungnya popularitas PDIP, akan meredup dengan kebijakan itu. Masyarakat sepertinya sudah apatis dengan tokoh-tokoh lama. Apalagi tokoh yang notabene sudah terbukti gagal.

Mungkin akan berbeda seandainya PDIP berhasil memunculkan sosok baru. Bagusnya grafik PDIP pada saat ini mungkin akan dapat terdongkrak lebih tinggi. Karena masyarakat kini merindukan sosok pemimpin baru. Dan jika pemimpin yang maju masih merupakan tokoh-tokoh lama dibarengi dengan tidak adanya kejadian politik yang istimewa maka SBY vs Mega sepertinya akan kembali akan dimenangi politisi asal Pacitan.

Baca Selengkapnya...