Friday, March 11, 2011

Perang Strategi Menuju pemilu 2014

Oleh: Abdul Hakim MS

Jurnal Nasional, 10 Maret 2011


Konstelasi dan kontestasi menuju pemilu 2014 telah dimulai. Meski masih tiga tahun lagi, semua stakeholder yang memiliki kepentingan telah memasang kuda-kuda. Ada yang mencoba tes pasar dengan medeklarasikan calon presidennya secara dini. Ada pula yang sibuk mereduksi popularitas tokoh yang sangat berpengaruh.

Upaya tes pasar, telah dicoba oleh beberapa kalangan. Partai Golkar, misalnya, melalui DPD-nya diseluruh Indonesia telah menggaungkan nama Aburizal Bakrie untuk diplot sebagai kandidat presiden. Ada pula riak-riak kecil seperti yang digulirkan oleh tokoh di luar partai, seperti Sri Mulyani. Tokoh ekonomi yang harus ”tersingkir” dari urusan dalam negeri akibat skandal Bank Century ini, telah meluncurkan situs pemikirannya di www.srimulyani.net. Banyak kalangan menduga, peluncuran ini adalah langkah awal penjajakan menuju pemilu 2014. Ada pula tes yang dikeluarkan oleh politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, dengan mengatakan Ibu Ani Yudhoyono adalah figur yang pas melanjutkan tampuk kepemimpinan SBY.

Namun yang agak marak untuk saat ini adalah upaya beberapa kalangan mereduksi popularitas tokoh yang sangat berpengaruh, SBY. Kenapa demikian? Meski sudah tak bisa lagi mencalonkan diri menjadi presiden pada 2014, ketokohan SBY masih menjadi kunci kebesaran partai Demokrat. Seperti kita tahu, SBY hingga tahun 2015 masih memegang jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Keberadaannya di Partai Demokrat, tentu akan membawa pengaruh terhadap pemilih jika dipenghujung kepemimpinannya dinilai positif oleh masyarakat. Dan hingga detik ini, merujuk hasil polling Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis awal Januari 2011 lalu, SBY masih yang terbaik di hati masyarakat. Kepuasan terhadap SBY masih dikisaran 63%. Angka ini tetap lebih tinggi dari keterpilihan SBY pada pemilu 2009 lalu, 60.8%. Implikasinya, tokoh yang didukung SBY akan ikut kena imbas positif.

Arus Kritik

Langkah beberapa kalangan untuk mereduksi popularitas SBY, sebetulnya telah menggelinding sejak akhir 2009 lalu. Melalui pengajuan hak angket skandal Bank Century, opsi menyalahkan pemerintah dalam kasus ini diharapkan akan memangkas ketokohan SBY di benak masyarakat. Melalui perdebatan dramatis yang cukup panjang bak sinetron, hak angket Bank Century melempen di tengah jalan. Kasus ini hanya berhasil ”mengusir” Sri Mulyani dari tanah air. Sementara kasus ini ternyata tak begitu menyerang SBY. Berdasarkan polling Indo Barometer pada awal Januari 2010, publik menilai SBY tak ada kaitannya dengan skandal tersebut. Yang bertanggung jawab adalah Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani, dan Gubernur BI saat itu, Boediono yang saat ini menjabat sebagai wapres. Selaras dengan itu, kepuasan masyarakat terhadap SBY masih diangka 74.5%.

Setalah lama tak terdengar kritik keras terhadap SBY, tiba-tiba beberapa pekan lalu, sembilan tokoh lintas agama berkumpul di kantor PP Muhammadiyah. Mereka medeklarasikan sebuah maklumat tentang ”kebohongan rezim Presiden SBY”. Tokoh-tokoh agama ini mengidentifikasi setidaknya ada 18 kebohongan yang dilakukan, 9 diantaranya kebohongan lama dan 9 yang lain adalah kebohongan baru. Tindakan ini direspon SBY dengan mengundang mereka ke Istana negara untuk melakukan dialog klarifikasi. Tak puas dengan hasil dialog, tokoh lintas agama ini kemudian mendeklarasikan gerakan anti kebohongan dengan membuka rumah pengaduan masyarakat terhadap kebohongan-kebongan rezim SBY.

Tak berselang lama, SBY kembali dihujani kritik terkait perkara Gayus Tambunan. Arahnya memang tak langsung ke SBY, melainkan ke Satgas Mafia pemberantasan Mafia Hukum. Gayus beberapa saat setelah divonis 7 tahun penjara, memberikan keterangan pers bahwa yang merekayasa kasusnya adalah tiga anggota Satgas Mafia Hukum. ”nyanyian” Gayus ini pun mendapat sambutan langkah politik kalangan DPR dengan pengajuan hak angket. Intinya mempersoalkan keberadaan Satgas dalam kasus-kasus hukum. Satgas sendiri merupakan lembaga bentukan presiden untuk memberantas keberadaan mafia hukum. Namun karena Satgas dibentuk bukan dengan Undang-undang, keberadaannya dipersoalkan banyak kalangan. Kritik terhadap Satgas Mafia Hukum yang digelindingkan oleh DPR melalui hak angket, bisa saja diharapkan beberapa kalangan akan menyasar ke SBY sebagai rahim yang melahirkannya.

Musuh Bersama

Masifnya hujan kritik terhadap SBY seperti diuraikan di atas, secara politis tak bisa dilepaskan dari perjalanan kontestasi menuju 2014. Meski tak bisa kembali mencalonkan diri pada pemilu 2014, SBY saat ini masih menjadi figur terkuat dalam pentas nasional. Keberadaannya di Partai Demokrat, tentu akan membawa dampak signifikan bagi perolehan suara partainya. Disamping itu, ”titahnya” pada sosok yang akan didukung pada pemilu 2014, tentu akan memberikan referensi positif bagi para pengikut SBY untuk menjatuhkan pilihan. Itulah sebabnya, SBY saat ini bisa dikatakan menjadi ”musuh bersama” semua kalangan yang memiliki kepentingan menuju pemilu 3 tahun mendatang.

Setidaknya ada dua faktor yang memunculkan analisa kenapa SBY menjadi ”musuh bersama” sehingga popularitasnya perlu direduksi. Pertama, kalangan-kalangan ini memerlukan situasi balance of pawer untuk bertarung di pemilu 2014. Dengan jeleknya citra SBY di mata publik, maka ”pertempuran” pada pileg dan pilpres menjadi seimbang diantara para kontestan. Seperti kita tahu, semua partai politik saat ini tidak memiliki tokoh sentral sekaliber SBY. Yang ada hanyalah tokoh yang ”telah usang”. Dengan ketidakhadiran pengaruh kuat SBY, maka para kontestan tinggal berpikiran memunculkan tokoh yang bercitra baik dan melakukan start yang bersamaan. Tidak ada pole position berlebihan diantara para kandidat.

Kedua, para kontestan saat ini berharap dapat memenangkan peperangan pada pemilu sebelum pertempuran itu sendiri berlangsung di 2014. seandainya upaya melemahnya popularitas SBY berhasil, hal itu tentu sebuah kemenangan kalangan-kalangan ini untuk bertarung pada pemilu 2014. Partai Demokrat diharapkan akan mengempes. Dan partai-partai yang bertarung tentu bisa ”berbagi” kue limpahan suara SBY. Karena berdasarkan survei Indo Barometer, suara SBY memang banyak dari kalangan floating mass (massa mengambang). Ciri-ciri pemilih pada jenis ini dalam memutuskan pilihannya adalah menunggu situasi politik kontemporer.

Menilik hal tersebut, bisa dipastikan bahwa situasi politik nasional dalam tahun-tahun mendatang akan terus disibukkan oleh ”peperangan strategi” para politisi partai politik. Kita semua akan dijejaki dan disuguhi tontonan-tontonan hal semacam ini tanpa henti. Entah gerakan apalagi yang akan muncul. Meski demikian, diharapkan pemerintah tetap fokus dan tidak melupakan tugas utamanya untuk mengurusi kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai pemerintah kemudian lalai akibat banyaknya kritik yang terus menghujani tanpa henti.

Baca Selengkapnya...

Thursday, March 10, 2011

Isu Reshuffle Bakal Terulang

surabayapost.co.id
Kamis, 10 Maret 2011 | 11:44 WIB

SEMARANG – Pengamat politik Universitas Diponegoro Fitriyah mengatakan, beredarnya isu reshuffle atau perombakan kabinet dalam koalisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menjadi pola berulang dan rentan muncul semakin sering mendekati Pemilu 2014.

"Karena koalisi hubungannya transaksional maka permasalahan yang sama kemungkinan akan muncul lagi," kata Fitriyah, Kamis (10/3).

Ia mengatakan setelah semakin pasti keputusan Partai Golkar tetap bertahan dalam koalisi, tidak ada jaminan ke depan koalisi akan solid karena partai memiliki kepentingan sendiri-sendiri.

Masih bertahannya Partai Golkar dalam koalisi, menurut Fitriyah, sesuai dengan perkiraan awal banyak pihak bahwa Presiden masih membutuhkan Partai Golkar.

"Suara 60 persen lebih Partai Demokrat di legislatif tidak cukup melakukan back up sehingga membutuhkan dukungan dari Partai Golkar. Sementara Partai Golkar sadar sebagai kekuatan kedua setelah Partai Demokrat," kata pengajar Ilmu Pemerintahan FISIP Undip itu.

Sementara jika Partai Golkar disingkirkan, lanjut Fitriyah, terlalu riskan.

Menurut Fitriyah koalisi saat ini lebih pada kuantitas, tidak ada kesamaan ideologi dan tidak jelas platform serta tidak ada ciri khas partai politik.

Senada tapi tak seirama juga diungkapkan Pengamat Politik IndoBarometer Abdul Hakim. Ia mengatakan, sebagai seorang negarawan, SBY akan memilih untuk menjaga keharmonisan antara partai koalisi dengan cara mencari titik persamaan daripada perbedaan.

"SBY dikenal memiliki karakter kepemimpinan Jawa yang kuat. Salah satu karakter utama kepemimpinan Jawa adalah mengumpulkan kekuasaan bukan mendeferensiasi kekuasaan," ujar.

Meski mempertahankan, bukan berarti SBY tidak akan memberikan sanksi politik kepada PKS atas perbedaan sikap mengenai hak angket Century dan pajak.

"Reshuffle terhadap menteri PKS mungkin tetap dilakukan, tapi tidak membabi buta bukan karena perbedaan sikap melainkan karena kinerjanya yang memang tidak memuaskan. Artinya obyektif, kalau bagus tetap dipertahankan," ujarnya.

Menurut Abdul Hakim, keberadaan PKS di dalam barisan koalisi dibutuhkan untuk internal check and balances. Hanya saja, sambungnya, ke depan kritik yang disampaikan PKS tak perlu sampai mengusung hak angket di DPR.

Sementara itu, hingga saat ini, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga saat ini masih belum memberi kepastian Partai Gerindra bergabung dengan koalisi. Peluang Gerindra masuk dalam koalisi makin kecil menyusul batalnya Golkar dan PKS didepak dari koalisi.

"Masih belum selesai, masih dalam proses. Nanti juga ada keputusannya," kata anggota Dewan Pembina PD Ahmad Mubarok.

Sementara itu, terkait rencana pertemuan SBY dengan perwakilan PKS, Mubarok juga belum bisa memastikan. Padahal sebelumnya dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie secara pribadi sudah bertemu dan menemukan kata sepakat.

"Sampai saat ini belum, saya tidak tahu kapan jadwalnya. Dulu pas di Bandung PKS datang pas injury time. Mungkin juga dipanggil menit terakhir. Tunggu saja," ungkapnya.

Sejumlah pimpinan partai pendukung pemerintahan SBY justru menanggapi dingin isu reshuffle. Menurut Ketua Umum PPP yang juga Menteri Agama, Suryadharma Ali (SDA), isu tersebut tidak datang dari Presiden SBY selaku kepala pemerintahan, melainkan dari elit-elit tertentu.

"Isu reshuffle dibangun bukan atas dasar sinyal dari SBY. Tapi sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu," ujar SDA usai raker dengan Komisi VIII DPR.

Menurut SDA, isu akan adanya reshuffle bukan kali ini saja berhembus. Sejak 100 hari pemerintahan SBY, lalu dilanjutkan pada setahun periode kedua pemerintahan SBY berjalan kembali berhembus isu yang meresahkan tersebut.

"Dan sekarang berhembus lagi setelah usulan hak angket mafia pajak. Tapi Pak SBY sendiri tidak ada apa-apa dan sampai hari ini tidak ada (reshuffle). Jadi ini sengaja dihembuskan," terangnya. dtc, ant

Baca Selengkapnya...

Pertahankan PKS Yes, Reshuffle Kabinet Yes

Oleh: MA Hailuki
Nasional - Kamis, 10 Maret 2011 | 07:01 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini akan tetap mempertahankan PKS di dalam barisan koalisi.

Sebagai seorang negarawan, SBY akan memilih untuk menjaga keharmonisan antara partai koalisi dengan cara mencari titik persamaan daripada perbedaan.

"SBY dikenal memiliki karakter kepemimpinan Jawa yang kuat. Salah satu karakter utama kepemimpinan Jawa adalah mengumpulkan kekuasaan bukan mendeferensiasi kekuasaan," ujar Pengamat politik IndoBarometer Abdul Hakim, kepada INILAH.COM, Rabu (9/3/2011) malam.

Meskipun mempertahankan, bukan berarti SBY tidak akan memberikan sanksi politik kepada PKS atas perbedaan sikap mengenai hak angket Century dan pajak.

"Reshuffle terhadap menteri PKS mungkin tetap dilakukan, tapi tidak membabi buta bukan karena perbedaan sikap melainkan karena kinerjanya yang memang tidak memuaskan. Artinya obyektif, kalau bagus tetap dipertahankan," ujarnya.

Menurut Abdul Hakim, keberadaan PKS di dalam barisan koalisi dibutuhkan untuk internal check and balances. Hanya saja sambungnya, ke depan kritik yang disampaikan PKS tak perlu sampai mengusung hak angket di DPR. [mah]

Baca Selengkapnya...

Demokrat & Golkar Benci Tapi Rindu

Oleh: MA Hailuki
Nasional - Kamis, 10 Maret 2011 | 05:08 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Langkah Presiden SBY mempertahankan Golkar dalam koalisi sangatlah tepat. Sebab jika Golkar sampai keluar koalisi pemerintah bisa kewalahan di DPR.

Pengamat politik IndoBarometer Abdul Hakim mengatakan, SBY sangat membutuhkan Golkar untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil dan efektif. Tanpa Golkar, dipastikan Partai Demokrat kesulitan menjalankan roda pemerintahan.

"Mengeluarkan Golkar dari partai koalisi memiliki resiko cukup tinggi. Golkar adalah partai yang diisi oleh politisi-politisi handal yang setiap saat bisa melakukan manuver untuk menggerogoti pemerintah," ujarnya kepada INILAH.COM, Rabu (9/3/2011) malam.

Menurut Abdul Hakim, hubungan Demokrat dan Golkar ibarat tokoh kartun 'Tom & Jerry', Meski benci namun sesungguhnya saling merindukan.

"Dengan maksud untuk tetap menjaga dominasi partai pendukung pemerintah di parlemen, cukup rasional apabila SBY tetap mempertahankan Golkar dalam jajaran partai yang berada dibarisan Setgab. Boleh dianalogikan, hubungan PD dan Golkar ibarat Tom & Jerry, benci tapi rindu," terangnya. [mah]

Baca Selengkapnya...

Monday, March 07, 2011

Hatta Rajasa paling banyak diberitakan media

Oleh: Abdul Hakim MS

Mengetahui popularitas tokoh-tokoh yang memiliki peluang maju menjadi pemimpin di negeri ini selalu menarik dilakukan. Berbagai lembaga survey secara berkala rutin melakukannya melalui sarana survey (polling) persepsi publik. Mereka lantas mempublikasikannya melalui media untuk konsumsi publik. Popularitas ini dijadikan tolak ukur seberapa besar peluang sang kandidat dapat terpilih pada pemilihan langsung di pemilu 2014. semakin populer sang tokoh, semakin besar pula peluangnya dapat menduduki kursi RI-1.

Selain polling persepsi publik, sarana lain untuk mengetahui popularitas kandidat, juga dapat diketahui melalui instrumen analisis isi media. Jika polling persepsi publik diarahkan untuk mengetahui seberapa populer tokoh dikalangan masyarakat awam, maka popularitas di media menjadi ukuran seberapa kuat posisi sang tokoh di kalangan elit. Singkatnya, popularitas melalui polling persepsi publik ditujukan untuk menyasar popularitas tokoh dikalangan pemilih menengah bawah (below the line) sementara analisis isi media massa untuk mengukur popularitas dikalangan pemilih menengah atas (above the line).

Nah, jika kita telah banyak mengetahui popularitas tokoh-tokoh nasional melalui survei persepsi publik, maka postingan berikut adalah hasil analisis isi media terhadap tokoh-tokoh nasional yang memiliki peluang untuk menjadi pemimpin negeri ini.

Analisis dilakukan terhadap sembilan tokoh yang memiliki peluang besar maju menjadi presiden. Mereka adalah Anas Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai demokrat), Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai Golkar), Hatta Rajasa (Ketua Umum PAN), Ani Yudhoyono (Istri Presiden SBY), Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI-P), Surya Paloh (Penggagas Nasional Demokrat), Prabowo Subianto (Ketua Dewan pembina Partai Gerindra), Sri Mulyani (World Bank), dan Sultan HB X (Penggagas Nasional demokrat dan Gubernur DIY).

Analisis isi media difokuskan terhadap tujuh media nasional, antara lain: Kompas, Media Indonesia, Indo Pos, Republika, Rakyat Merdeka, Suara Pembaruan dan Seputar Indonesia.

Bagaimana hasilnya?

Dalam rentang waktu dua bulan, 1 januari – 28 Februari 2011, ternyata yang paling populer adalah Hatta Rajasa. Dari sekitar 1.345 artikel yang dianalisis, artikel Hatta lebih unggul dibandingkan yang lainnya. Hatta memperoleh pemberitaan di media sebanyak 32.8%, disusul Megawati 17.4%, dan Aburizal bakrie 13.4%. Hasil lengkapnya Anda bisa lihat dalam grafik.

Baca Selengkapnya...

Friday, March 04, 2011

Patgulipat Koalisi Pasca-Angket Pajak

Abdul Hakim MS

Detik.com
Kamis, 03/03/2011 16:09 WIB

Isu reshuffle terhadap komposisi kabinet Indonesia bersatu (KIB) jilid II kembali menguat. Penguatan isu ini muncul pasca-penolakan penggunaan hak angket pajak oleh DPR. Sebanyak 266 anggota DPR menolak sementara 264 anggota lainnya menerima. Diantara yang menolak adalah Partai Demokrat, PAN, PPP, PKB, dan Gerindra. Sementara yang menerima adalah Partai Golkar, PDI-P, PKS, dan Hanura. Diantara partai-partai yang menerima, dua diantaranya adalah partai yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah di Setgab, yakni partai Golkar dan PKS.

Perbedaan sikap politik yang terjadi diantara partai koalisi pendukung pemerintah, membuat elit Partai Demokrat gerah. Sebagai motor Setgab, Partai demokrat “mendesak” presiden untuk mengevaluasi kabinet. Partai-partai yang sikap politiknya tak sejalan lagi dengan rel pemerintah diminta dicabut porsinya dalam kabinet. Seperti diketahui sebelumnya, Partai Golkar dan PKS juga berseberangan sikap dengan sikap pemerintah terkait hak angket Bank Century. Terkait kegelisahan ini, Ketua DPR yang juga elit penting Partai Demokrat, Marzuki Ali, telah melaporkannya kepada SBY.

Mungkin untuk PKS, tak sulit bagi SBY untuk mengambil keputusan mengeluarkannya dari gerbong kabinet. Namun untuk Partai Golkar, beranikah SBY mendepak menteri-menteri dari partai beringin dari kabinet?

Seandainya SBY betul-betul melakukan reshuffle dan menjadikan komposisi partai pendukung pemerintah berdasarkan hasil angket pajak, maka sebetulnya struktur partai-partai dalam kabinet masih sedikit lebih unggul dibandingkan dengan partai-partai non-kabinet. Berdasarkan perolahan kursi, maka kursi gabungan partai yang menolak angket pajak (PD, PAN, PPP, PKB dan Gerindra) sebanyak 283 kursi atau 50.5%. Sementara kursi yang menerima sebanyak 277 kursi atau 49.5%. Komposisi ini sebetulnya sangat ideal dalam pelaksanaan pemerintahan karena akan terjadi proses check and balanece. Komposisi antara yang pro dan pengkritik pemerintah cukup seimbang di DPR.

Namun sepertinya, SBY tidak akan gegabah dengan menjadikan hak angket pajak sebagai satu-satunya pertimbangan melakukan reshuffle kabinet. Selama ini, SBY dikenal memiliki karakter kepemimpinan Jawa yang kuat. Salah satu karakter utama kepemimpinan Jawa adalah “mengumpulkan kekuasaan” bukan “mendeferensiasi kekuasaan”. Merujuk hal tersebut, maka yang sangat dimungkinkan akan diambil oleh SBY adalah melakukan reshuffle dengan tetap mempertahankan komposisi dominan dalam struktur partai pendukung pemerintah.

Jika skenario ini yang akan diambil, siapa yang akan terdepak dan siapa yang akan masuk di kabinet?

Plus Minus Golkar-PDIP

Dengan pertimbangan akan tetap menjadikan gerbong partai pendukung pemerintah lebih dominan di DPR, maka posisi Partai Golkar menjadi kunci dalam rencana reshuffle SBY. Seandainya SBY betul-betul harus mengeluarkan Golkar dan PKS dengan pertimbangan selalu berbeda sikap politik di DPR mengenai isu-isu strategis pemerintah, maka SBY harus menggamit partai berkursi besar lainnya, PDI-P. Namun untuk mengajak gabung PDI-P juga bukan perkara mudah.

Memang, kedekatan hubungan antara PD dan PDIP telah terjalin lama. PDIP melalui Taufik Kiemas kerap menyiratkan keinginan untuk bergabung dengan pemerintah. Kondisi internal PDIP yang juga tengah bermasalah dengan banyaknya politisi yang terjerat hukum di KPK, memberikan peluang bagi PD untuk mengajak kerja sama partai banteng itu untuk bergabung. Dengan masuk dijajaran kabinet, tentu persoalan-persoalan yang tengah membelit PDIP bisa sedikit direduksi. Namun kendala utamanya adalah keberadaan megawati. Seperti diketahui, putri Bung karno ini memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan SBY.

Namun seandainya PD berhasil mengajak gabung PDIP, tentu mengeluarkan Partai Golkar dan PKS dari gerbong pemerintah menjadi tidak teralalu riskan buat SBY. Karena komposisi partai diparlemen jika Golkar dan PKS dikeluarkan sementara PDIP dan Gerindra masuk, perbandingannya menjadi 67.5% : 32.5% untuk partai pendukung pemerintah. Golkar, PKS dan Hanura menjadi partai yang berada diluar garis pemerintah.

Namun seandainya PDIP tidak berhasil diajak bergabung, tentu amat riskan apabila SBY mengeluarkan Golkar dari Setgab. Karena perbedaan suaranya menjadi sangat imbang. Jika ada satu atau dua orang anggota DPR yang membelot dari garis partai, seperti kasus Lily Wahid dan Gus Choi di PKB pada angket pajak, maka pemerintah pasti akan kalah dalam pengambilan keputusan voting di DPR.

Oleh karena itu, meskipun Golkar kerap berbeda pendapat yang berujung pada perbedaan sikap politik, SBY tentu tetap akan melanggengkan Golkar distruktur partai pendukung pemerintah. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pertama, sudah menjadi rahasia umum jikalau SBY memiliki hubungan yang sangat erat dengan Aburizal bakrie. Kedua, mengeluarkan Golkar dari partai koalisi memiliki resiko cukup tinggi. Golkar adalah partai yang diisi oleh politisi-politisi handal yang setiap saat bisa melakukan manuver untuk “menggerogoti” pemerintah. Selain itu, Golkar juga memiliki sumber daya yang cukup dalam hal finansial untuk melakukan gerakan politik apapun. Ditambah lagi, Golkar adalah partai yang memiliki jaringan sangat rapi dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.

Melihat pertimbangan nilai positif Golkar, ditambah dengan maksud untuk tetap menjaga dominasi partai pendukung pemerintah di parlemen, cukup rasional apabila SBY tetap akan mempertahankan Golkar dalam jajaran partai yang berada dibarisan Setgab. Boleh dianalogikan, hubungan PD – Partai Golkar ibarat Tom & Jerry, benci tapi rindu.

Sinyal ini diakui oleh beberapa petinggi Partai Dermokrat. Wacana yang digulirkan dalam melakukan reshuffle adalah mengeluarkan PKS dari kabinet, mempertahankan Golkar dan memasukkan Gerindra dalam struktur yang baru. Bahkan kabarnya, kursi kabinet Golkar akan ditambah satu lagi untuk mengikat Golkar. Dimaksudkan, penambahan ini agar perbedaan pendapat yang terjadi di Setgab tidak berbuntut menjadi perbdaan sikap politik di DPR.

Jika pertimbangan-pertimbangan di atas yang akan diambil oleh SBY, maka struktur baru Setgab tetap akan dominan di DPR. Setgab akan diisi oleh Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, PKB dan Gerindra. Sementara partai diluar Setgab tinggal PDIP, PKS dan hanura. Komposisinya di DPR menjadi 69.6% berbadning 30.4% untuk partai pendukung pemerintah. Tentu hal ini akan menjadi sangat baik dalam mengamankan semua program pemerintah hingga 2014. dan pilihan inilah sepertinya yang akan diambil oleh SBY seandainya reshuffle betul-betul dilakukan.

Baca Selengkapnya...

Thursday, March 03, 2011

Sebar Kader Serbu Facebook dan Twitter, PKS Incar Kalangan Menengah

Selasa, 01/03/2011 03:14 WIB
Detik.com

Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera berencana mengerahkan 500 ribu kadernya untuk aktif menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Upaya ini dalam rangka persiapan menuju Pemilu 2014. Ada apa gerangan?

"Ini bukti PKS mengalami perubahan paradigma cukup drastis. Dulu lebih menggarap konstituen di bawah, sekarang lebih menggarap kalangan menegah ke atas. Saya pikir itu perubahan yang cenderung negatif," ujar pengamat politik dari Indobarometer, Abdul Hakim MS kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (28/02/11).

Hakim pun mencontohkan, dulu PKS lebih gencar melakukan gerakan di kalangan menengah ke bawah melalui gerakan sosialnya. Namun kini lebih cenderung menggarap kalangan menengah ke atas.

"Dulu itu PKS sangat luar biasa menggarap masyarakat menengah kebawah. Contohnya di mana ada bencana, bendera PKS yang pertama berkibar. Tapi sekarang mereka cenderung menggarap kalangan elit," imbuhnya.

Bagi Hakim, mungkin PKS beranggapan bahwa jika menggelindingkan isu melalui media sosial seperti twitter yang selalu diakses masyarakat menengah keatas maka akan mempengaruhi opini publik termasuk masyarakat menengah ke bawah. Media sosial, sebagai sarana untuk mengangkat isu politik memang efektif, namun untuk menggaet pemilih itu persoalan lain.

"Jangan lupa pemilih terbanyak itu adalah dari masyarakat menegah ke bawah. Untuk menimbulkan isu politik itu efektif, kalau mempengaruhi pemilih, itu belum tentu," ujar pria yang akrab disapa Aab ini.

Sebelumnya, PKS mewajibkan kader dan pengurus partai untuk menguasai dan menyebarkan informasi di ranah sosial media.Gerakan 'menguasai' informasi di sosial media ini sudah diluncurkan di Mukernas PKS Yogyakarta. Saat itu disampaikan agar kader PKS dan pengurus harus punya akun twitter, blog,
Facebook, dan website pribadi.

"Insya Allah ada 500 ribu kader PKS yang masuk sosial media dalam waktu dekat. Ini diarahkan untuk kepentingan menuju Pemilu 2014, sebagai bentuk kampanye untuk mensukseskan partai mencapai target 3 besar dalam Pemilu 2014," kata Sekjen PKS Anis Matta di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/2/2011).

(adi/ape)

Baca Selengkapnya...