Abdul Hakim MS
Detik.com
Kamis, 03/03/2011 16:09 WIB
Isu reshuffle terhadap komposisi kabinet Indonesia bersatu (KIB) jilid II kembali menguat. Penguatan isu ini muncul pasca-penolakan penggunaan hak angket pajak oleh DPR. Sebanyak 266 anggota DPR menolak sementara 264 anggota lainnya menerima. Diantara yang menolak adalah Partai Demokrat, PAN, PPP, PKB, dan Gerindra. Sementara yang menerima adalah Partai Golkar, PDI-P, PKS, dan Hanura. Diantara partai-partai yang menerima, dua diantaranya adalah partai yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah di Setgab, yakni partai Golkar dan PKS.
Perbedaan sikap politik yang terjadi diantara partai koalisi pendukung pemerintah, membuat elit Partai Demokrat gerah. Sebagai motor Setgab, Partai demokrat “mendesak” presiden untuk mengevaluasi kabinet. Partai-partai yang sikap politiknya tak sejalan lagi dengan rel pemerintah diminta dicabut porsinya dalam kabinet. Seperti diketahui sebelumnya, Partai Golkar dan PKS juga berseberangan sikap dengan sikap pemerintah terkait hak angket Bank Century. Terkait kegelisahan ini, Ketua DPR yang juga elit penting Partai Demokrat, Marzuki Ali, telah melaporkannya kepada SBY.
Mungkin untuk PKS, tak sulit bagi SBY untuk mengambil keputusan mengeluarkannya dari gerbong kabinet. Namun untuk Partai Golkar, beranikah SBY mendepak menteri-menteri dari partai beringin dari kabinet?
Seandainya SBY betul-betul melakukan reshuffle dan menjadikan komposisi partai pendukung pemerintah berdasarkan hasil angket pajak, maka sebetulnya struktur partai-partai dalam kabinet masih sedikit lebih unggul dibandingkan dengan partai-partai non-kabinet. Berdasarkan perolahan kursi, maka kursi gabungan partai yang menolak angket pajak (PD, PAN, PPP, PKB dan Gerindra) sebanyak 283 kursi atau 50.5%. Sementara kursi yang menerima sebanyak 277 kursi atau 49.5%. Komposisi ini sebetulnya sangat ideal dalam pelaksanaan pemerintahan karena akan terjadi proses check and balanece. Komposisi antara yang pro dan pengkritik pemerintah cukup seimbang di DPR.
Namun sepertinya, SBY tidak akan gegabah dengan menjadikan hak angket pajak sebagai satu-satunya pertimbangan melakukan reshuffle kabinet. Selama ini, SBY dikenal memiliki karakter kepemimpinan Jawa yang kuat. Salah satu karakter utama kepemimpinan Jawa adalah “mengumpulkan kekuasaan” bukan “mendeferensiasi kekuasaan”. Merujuk hal tersebut, maka yang sangat dimungkinkan akan diambil oleh SBY adalah melakukan reshuffle dengan tetap mempertahankan komposisi dominan dalam struktur partai pendukung pemerintah.
Jika skenario ini yang akan diambil, siapa yang akan terdepak dan siapa yang akan masuk di kabinet?
Plus Minus Golkar-PDIP
Dengan pertimbangan akan tetap menjadikan gerbong partai pendukung pemerintah lebih dominan di DPR, maka posisi Partai Golkar menjadi kunci dalam rencana reshuffle SBY. Seandainya SBY betul-betul harus mengeluarkan Golkar dan PKS dengan pertimbangan selalu berbeda sikap politik di DPR mengenai isu-isu strategis pemerintah, maka SBY harus menggamit partai berkursi besar lainnya, PDI-P. Namun untuk mengajak gabung PDI-P juga bukan perkara mudah.
Memang, kedekatan hubungan antara PD dan PDIP telah terjalin lama. PDIP melalui Taufik Kiemas kerap menyiratkan keinginan untuk bergabung dengan pemerintah. Kondisi internal PDIP yang juga tengah bermasalah dengan banyaknya politisi yang terjerat hukum di KPK, memberikan peluang bagi PD untuk mengajak kerja sama partai banteng itu untuk bergabung. Dengan masuk dijajaran kabinet, tentu persoalan-persoalan yang tengah membelit PDIP bisa sedikit direduksi. Namun kendala utamanya adalah keberadaan megawati. Seperti diketahui, putri Bung karno ini memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan SBY.
Namun seandainya PD berhasil mengajak gabung PDIP, tentu mengeluarkan Partai Golkar dan PKS dari gerbong pemerintah menjadi tidak teralalu riskan buat SBY. Karena komposisi partai diparlemen jika Golkar dan PKS dikeluarkan sementara PDIP dan Gerindra masuk, perbandingannya menjadi 67.5% : 32.5% untuk partai pendukung pemerintah. Golkar, PKS dan Hanura menjadi partai yang berada diluar garis pemerintah.
Namun seandainya PDIP tidak berhasil diajak bergabung, tentu amat riskan apabila SBY mengeluarkan Golkar dari Setgab. Karena perbedaan suaranya menjadi sangat imbang. Jika ada satu atau dua orang anggota DPR yang membelot dari garis partai, seperti kasus Lily Wahid dan Gus Choi di PKB pada angket pajak, maka pemerintah pasti akan kalah dalam pengambilan keputusan voting di DPR.
Oleh karena itu, meskipun Golkar kerap berbeda pendapat yang berujung pada perbedaan sikap politik, SBY tentu tetap akan melanggengkan Golkar distruktur partai pendukung pemerintah. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pertama, sudah menjadi rahasia umum jikalau SBY memiliki hubungan yang sangat erat dengan Aburizal bakrie. Kedua, mengeluarkan Golkar dari partai koalisi memiliki resiko cukup tinggi. Golkar adalah partai yang diisi oleh politisi-politisi handal yang setiap saat bisa melakukan manuver untuk “menggerogoti” pemerintah. Selain itu, Golkar juga memiliki sumber daya yang cukup dalam hal finansial untuk melakukan gerakan politik apapun. Ditambah lagi, Golkar adalah partai yang memiliki jaringan sangat rapi dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
Melihat pertimbangan nilai positif Golkar, ditambah dengan maksud untuk tetap menjaga dominasi partai pendukung pemerintah di parlemen, cukup rasional apabila SBY tetap akan mempertahankan Golkar dalam jajaran partai yang berada dibarisan Setgab. Boleh dianalogikan, hubungan PD – Partai Golkar ibarat Tom & Jerry, benci tapi rindu.
Sinyal ini diakui oleh beberapa petinggi Partai Dermokrat. Wacana yang digulirkan dalam melakukan reshuffle adalah mengeluarkan PKS dari kabinet, mempertahankan Golkar dan memasukkan Gerindra dalam struktur yang baru. Bahkan kabarnya, kursi kabinet Golkar akan ditambah satu lagi untuk mengikat Golkar. Dimaksudkan, penambahan ini agar perbedaan pendapat yang terjadi di Setgab tidak berbuntut menjadi perbdaan sikap politik di DPR.
Jika pertimbangan-pertimbangan di atas yang akan diambil oleh SBY, maka struktur baru Setgab tetap akan dominan di DPR. Setgab akan diisi oleh Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, PKB dan Gerindra. Sementara partai diluar Setgab tinggal PDIP, PKS dan hanura. Komposisinya di DPR menjadi 69.6% berbadning 30.4% untuk partai pendukung pemerintah. Tentu hal ini akan menjadi sangat baik dalam mengamankan semua program pemerintah hingga 2014. dan pilihan inilah sepertinya yang akan diambil oleh SBY seandainya reshuffle betul-betul dilakukan.
No comments:
Post a Comment