Negeri ini memang paling suka dengan drama politik aniaya. Karena jalan inilah yang dipandang menjadi rute cepat guna merengkuh kekuasaan. Sejarah membuktikan, tokoh-tokoh yang “terkesan” dizalimi oleh penguasa, kerap menuai keuntungan guna menarik simpati masyarakat. Implikasinya jelas, menjadi pemimpin negeri ini.
Kita tentu masih ingat pemilu 1999 yang lalu. Megawati saat itu yang tercitrakan sebagai tokoh penolak regim Orde Baru, menuai berkah dengan menggolkan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. Meski harus dijegal MPR untuk jadi presiden, namun Mega pun akhirnya tetap menjadi presiden menggantikan Gus Dur yang di Impeachment MPR pada 2001.
Jika babak pertama politik aniaya Mega menjadi primadona, babak kedua politik aniaya malah sebalik. Gara-gara kelakuannya mengucilkan SBY dipemerintahannya, saat itu SBY menjabat Menkopolkam, karena dipandang sebagai calon pesaing kuat, Mega harus kehilangan popularitasnya di kalangan masyarakat. Ujungnya, PDIP harus keok pada pemilu legislatif digeser oleh Golkar. Lebih parah, Mega harus keok juga dalam pilpres putaran dua dengan angka cukup telak, 60% : 30%. Babak ini, SBY diuntungkan dengan politik aniaya.
Kini, politik aniaya babak ketiga coba digulirkan. Pemerannya masih orang yang sama, yakni Megawati. Sadar bahwa charisma SBY cukup sulit direduksi, Mega mengesankan dirinya sebagai pihak yang dizalimi pemerintahan SBY dengan menuding dirinya telah dijegal untuk dekat dengan korban bencana. Argumennya, pihaknya tidak boleh menggunakan helicopter TNI AU.
Saya berfikir, apa yang dilakukan oleh pihak Mega saat ini, tidak lagi seperti posisinya pada 1999 yang lampau. Kondisi dan konteksnya cukup berbeda. Karena dari penilaian yang kasat mata saja, tidak ada sedikitpun kesan yang tercipta bahwa pemerintahan SBY menjegalnya untuk terbang ke para korban bencana. Ini tak lain, helicopter TNI hanya diperuntukkan oleh pejabat setikat menteri. Sedangkan Mega bukanlah pejabat public. Seharusnya kalau mau netral, Mega tak usah mencarter helicopter TNI, melainkan helicopter swasta saja.
Nah, seandainya Mega menggunakan helicopter swasta dan ada upaya penggagalan dari pemerintah, mungkin kesan teraniaya akan kasat mata. Sekali lagi, maneuver Mega dan PDIP kurang cantik dan terkesan jorok.
1 comment:
Emmm koq bisa ya ?
Seandainya alur cerita "politik aniaya" diubah masih jadi menarik ga yah..
emm i nok nak know
Post a Comment