Setiap tahun, empat kali luas pulau Bali, hutan kita lenyap dari permukaan bumi pertiwi! Begitulah data yang dikampanyekan oleh Walhi beberapa waktu terakhir. Melihat data ini, tentu hati kita menjadi miris, pilu dan ingin marah! Marah, karena pembabatan hutan ternyata sudah pada fase mengerikan. Celakanya, aksi ini hasilnya hanya bisa dinikmati oleh segelintir manusia yang tak bertanggung jawab. Yang lebih mengiris hati, pelaku pembalakan liar, bisa divonis bebas oleh pengadilan kita –seperti kasus Adelin Lis!
Pertanyaan kemudian muncul, sejauh manakah pemerintah serius menanggapi kasus deforestasi ini?
Menjawab pertanyaan ini, saat ini, kiranya pemerintah sedikit memberikan kesan serius. Pencanangan menanam 79 juta pohon, sedikit memberikan angin segar. Meski ada kesan program ini berjalan hanya guna menghadapi KTT di Bali tentang perubahan iklim global Desember 2007 mendatang, namun setidak-tidaknya langkah pemerintah ini sudah mengarah pada usaha dan ikhtiar yang benar.
Langkah lainnya yang juga patut diberikan penghargaan adalah keberanian SBY memberikan perintah larangan kepada Menteri Kehutanan (Menhut) untuk tidak memberikan izin pengelolaan hutan. Tentu hal ini merupakan langkah yang cukup berani, mengingat pendapatan negara tertinggi kita berasal dari hutan, selain dari Migas.
Namun yang perlu digarisbawahi, keseriusan pemerintah ini harus dijadikan momentum untuk benar-benar memerangi pembalakan liar. Seperti kita tahu, budaya kita sering anget-anget tahi ayam. Artinya, ketika ada momentum untuk melakukan program, semuanya antusias. Kelak dikemudian hari kala sudah hilang masanya, program yang baik inipun ikut tenggelam seiring beralihnya isu-isu panas nasional.
Tentu mental seperti ini sudah harus diakhiri. Lenyapnya hutan setiap tahun seluas empat kali pulau Bali perlu diberikan penglolaan hutan secara kontinyu atau menggunakan sistem sustanable forest management. Dengan dilakukannya pengelolaan hutan secara berkelanjutan, serta menjaga yang sudah ada, maka dipastikan hutan kita akan tetap menjadi andalan pendapatan negara, selain juga tetap menjadi penyanggah keseimbangan dunia.
Pertanyaan kemudian muncul, sejauh manakah pemerintah serius menanggapi kasus deforestasi ini?
Menjawab pertanyaan ini, saat ini, kiranya pemerintah sedikit memberikan kesan serius. Pencanangan menanam 79 juta pohon, sedikit memberikan angin segar. Meski ada kesan program ini berjalan hanya guna menghadapi KTT di Bali tentang perubahan iklim global Desember 2007 mendatang, namun setidak-tidaknya langkah pemerintah ini sudah mengarah pada usaha dan ikhtiar yang benar.
Langkah lainnya yang juga patut diberikan penghargaan adalah keberanian SBY memberikan perintah larangan kepada Menteri Kehutanan (Menhut) untuk tidak memberikan izin pengelolaan hutan. Tentu hal ini merupakan langkah yang cukup berani, mengingat pendapatan negara tertinggi kita berasal dari hutan, selain dari Migas.
Namun yang perlu digarisbawahi, keseriusan pemerintah ini harus dijadikan momentum untuk benar-benar memerangi pembalakan liar. Seperti kita tahu, budaya kita sering anget-anget tahi ayam. Artinya, ketika ada momentum untuk melakukan program, semuanya antusias. Kelak dikemudian hari kala sudah hilang masanya, program yang baik inipun ikut tenggelam seiring beralihnya isu-isu panas nasional.
Tentu mental seperti ini sudah harus diakhiri. Lenyapnya hutan setiap tahun seluas empat kali pulau Bali perlu diberikan penglolaan hutan secara kontinyu atau menggunakan sistem sustanable forest management. Dengan dilakukannya pengelolaan hutan secara berkelanjutan, serta menjaga yang sudah ada, maka dipastikan hutan kita akan tetap menjadi andalan pendapatan negara, selain juga tetap menjadi penyanggah keseimbangan dunia.
1 comment:
isu lingkungan emang masih menjadi isu pinggiran...
pemerintah masih belum serius dengan masalah lingkungan, kerusakan demi kerusakan terus terjadi di bumi yang makin renta ini.
penyelamatan lingkungan emang harus dimulai dari sekarang, dan diri kita sendiri
Post a Comment