29/06/2010 - 15:44
INILAH.COM, Jakarta- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak pernah sepi dari konflik, bahkan di saat ingin melakukan islah pun, partai itu tetap dipenuhi konflik dan intrik.
Lahirnya dualisme gerakan perdamaian 'Komite Islah PKB' yang digagas M Lukman Edy dan 'Rekonsiliasi PKB' yang digulirkan Muhaimin Iskandar adalah kenyataan bahwa ada persaingan untuk memperebutkan predikat sebagai 'Sang Juru Damai'.
Baik Komite Islah PKB maupun Rekonsiliasi PKB sama-sama dimotori kubu PKB Ancol dan PKB Parung. Namun figur-figur di dalamnya memiliki pandangan berbeda tentang konsep jalan damai yang harus ditempuh PKB. Komite Islah menawarkan konsep Muktamar Akbar, sedangkan Rekonsiliasi PKB menawarkan islah alamiah.
Muktamar Akbar adalah muktamar bersama antara PKB Ancol dan PKB Parung. Pesertanya adalah seluruh pengurus DPW dan DPC PKB Ancol dan Parung.
Sedangkan islah alamiah adalah penyatuan PKB Ancol dan PKB Parung secara alamiah dengan berpijak kepada kepengurusan PKB yang diakui oleh Dephukham saat ini.
Peneliti Senior Indo Barometer Abdul Hakim berpendapat, perdamaian di tubuh PKB adalah suatu keharusan. Jika tidak, maka PKB dipastikan akan semakin gembos bahkan bukan tidak mungkin kehilangan kursi di DPR karena tidak lolos parliamentary treshold (PT).
Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh PKB saat ini bukanlah siapa yang berhak disebut sebagai 'Sang Juru Damai'. Melainkan harus ada kesadaran dan sikap legowo di antara elit-elit PKB untuk menyelamatkan partai yang terancam karam ini.
"Baik Cak Imin maupun Lukman Edy harus melepas egonya masing-masing, islah dalam arti yang sesungguhnya tidak akan terjadi kalau keduanya jalan sendiri-sendiri," menurut Abdul Hakim.
Selama upaya perdamaian antara kubu islah dan rekonsiliasi berjalan sendiri-sendiri, Abdul Hakim meyakini perdamaian di tubuh PKB tidak akan terwujud. Yang akan terjadi adalah penyingkiran kubu yang satu oleh kubu lainnya.
Dalam pengamatan Abdul Hakim, para kader PKB nantinya akan dipaksa memilih untuk berdamai dengan cara Komite Islah PKB atau Rekonsiliasi PKB. Dan pada akhirnya sejarah konflik akan terus berulang.
"Pada akhirnya persaingan memperebutkan predikan Sang Juru Damai PKB ini melahirkan konflik baru. Kader akan dihadapkan pada dua pilihan ikut Komite Islah atau Kelompok Rekonsiliasi," ujar Abdul Hakim.
Sementara itu Pengamat Politik The Indonesian Institute Rohim Ghazali menilai, upaya perdamaian yang dilakukan oleh kubu Muhaimin dan Lukman Edy harus diapresiasi sebagai upaya penyelamatan partai.
Namun menurutnya, untuk membedakan antara penyelamatan partai dengan penyelamatan gerbong tampaknya sangatlah sulit.
Rohim melihat, perdamaian PKB adalah sebuah keniscayaan, tapi persoalannya PKB diburu oleh waktu. Konsep islah alamiah yang ditawarkan kubu Muhaimin menurutnya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sementara tidak semua kader, khususnya yang berseberangan bisa bersabar menapaki jalan islah alamiah.
Di sisi lain, konsep Muktamar Akbar yang ditawarkan kubu M Lukman Edy adalah jalan pintas untuk bersatu. Namun permasalahannya alih-alih melahirkan perdamaian, Muktamar Akbar justru bisa melahirkan perpecahan. Kubu yang kalah dalam Muktamar Akbar bisa menggelar muktamar tandingan atau semacamnya.
"Kalau tidak ada kedewasaan politik, kebesaran hati para elitnya, cara apapun yang dipakai tetap akan melahirkan konflik baru. Sekarang dikembalikan kepada PKB kembali, mau eksis atau hancur," ujar Rohim.
Rohim khawatir, elit-elit PKB saat ini terlena dengan lebel PKB sebagai partai warga NU. Padahal pada kenyataannya mayoritas warganya tidak memilih PKB lagi pada saat pemilu. Suara warga NU tersalurkan ke Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP. [mah]
INILAH.COM, Jakarta- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak pernah sepi dari konflik, bahkan di saat ingin melakukan islah pun, partai itu tetap dipenuhi konflik dan intrik.
Lahirnya dualisme gerakan perdamaian 'Komite Islah PKB' yang digagas M Lukman Edy dan 'Rekonsiliasi PKB' yang digulirkan Muhaimin Iskandar adalah kenyataan bahwa ada persaingan untuk memperebutkan predikat sebagai 'Sang Juru Damai'.
Baik Komite Islah PKB maupun Rekonsiliasi PKB sama-sama dimotori kubu PKB Ancol dan PKB Parung. Namun figur-figur di dalamnya memiliki pandangan berbeda tentang konsep jalan damai yang harus ditempuh PKB. Komite Islah menawarkan konsep Muktamar Akbar, sedangkan Rekonsiliasi PKB menawarkan islah alamiah.
Muktamar Akbar adalah muktamar bersama antara PKB Ancol dan PKB Parung. Pesertanya adalah seluruh pengurus DPW dan DPC PKB Ancol dan Parung.
Sedangkan islah alamiah adalah penyatuan PKB Ancol dan PKB Parung secara alamiah dengan berpijak kepada kepengurusan PKB yang diakui oleh Dephukham saat ini.
Peneliti Senior Indo Barometer Abdul Hakim berpendapat, perdamaian di tubuh PKB adalah suatu keharusan. Jika tidak, maka PKB dipastikan akan semakin gembos bahkan bukan tidak mungkin kehilangan kursi di DPR karena tidak lolos parliamentary treshold (PT).
Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh PKB saat ini bukanlah siapa yang berhak disebut sebagai 'Sang Juru Damai'. Melainkan harus ada kesadaran dan sikap legowo di antara elit-elit PKB untuk menyelamatkan partai yang terancam karam ini.
"Baik Cak Imin maupun Lukman Edy harus melepas egonya masing-masing, islah dalam arti yang sesungguhnya tidak akan terjadi kalau keduanya jalan sendiri-sendiri," menurut Abdul Hakim.
Selama upaya perdamaian antara kubu islah dan rekonsiliasi berjalan sendiri-sendiri, Abdul Hakim meyakini perdamaian di tubuh PKB tidak akan terwujud. Yang akan terjadi adalah penyingkiran kubu yang satu oleh kubu lainnya.
Dalam pengamatan Abdul Hakim, para kader PKB nantinya akan dipaksa memilih untuk berdamai dengan cara Komite Islah PKB atau Rekonsiliasi PKB. Dan pada akhirnya sejarah konflik akan terus berulang.
"Pada akhirnya persaingan memperebutkan predikan Sang Juru Damai PKB ini melahirkan konflik baru. Kader akan dihadapkan pada dua pilihan ikut Komite Islah atau Kelompok Rekonsiliasi," ujar Abdul Hakim.
Sementara itu Pengamat Politik The Indonesian Institute Rohim Ghazali menilai, upaya perdamaian yang dilakukan oleh kubu Muhaimin dan Lukman Edy harus diapresiasi sebagai upaya penyelamatan partai.
Namun menurutnya, untuk membedakan antara penyelamatan partai dengan penyelamatan gerbong tampaknya sangatlah sulit.
Rohim melihat, perdamaian PKB adalah sebuah keniscayaan, tapi persoalannya PKB diburu oleh waktu. Konsep islah alamiah yang ditawarkan kubu Muhaimin menurutnya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sementara tidak semua kader, khususnya yang berseberangan bisa bersabar menapaki jalan islah alamiah.
Di sisi lain, konsep Muktamar Akbar yang ditawarkan kubu M Lukman Edy adalah jalan pintas untuk bersatu. Namun permasalahannya alih-alih melahirkan perdamaian, Muktamar Akbar justru bisa melahirkan perpecahan. Kubu yang kalah dalam Muktamar Akbar bisa menggelar muktamar tandingan atau semacamnya.
"Kalau tidak ada kedewasaan politik, kebesaran hati para elitnya, cara apapun yang dipakai tetap akan melahirkan konflik baru. Sekarang dikembalikan kepada PKB kembali, mau eksis atau hancur," ujar Rohim.
Rohim khawatir, elit-elit PKB saat ini terlena dengan lebel PKB sebagai partai warga NU. Padahal pada kenyataannya mayoritas warganya tidak memilih PKB lagi pada saat pemilu. Suara warga NU tersalurkan ke Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP. [mah]
No comments:
Post a Comment