Meski pilpres 2014 masih dua tahun lagi, namun Partai Golkar sudah sejak dini mendeklarasikan calon presidennya. Adalah Aburizal Bakrie yang didaulat oleh Partai Beringin untuk meretas jalan ke istana. Pendaulatan itu sendiri secara resmi dilakukan dalam forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Partai Golkar pada tanggal 29-30 Juni lalu di Bogor.
Dalam konteks penguatan demokrasi, pencapresan dini Ical –sapaan akrab Aburizal bakrie- sebenarnya merupakan hal positif. Hal ini menjadi tradisi baru dalam konteks politik Indonesia. Bagi pemilih, pendeklarasian lebih awal ini bisa memberikan ruang yang cukup untuk menilai calon pemimpin yang diusung oleh partai politik secara lebih cermat. Sehingga kehawatiran istilah “membeli kucing dalam karung” bisa dihindarkan. Karena ketika pemilih memutuskan memberi suaranya ke Partai Golkar, rujukan pemimpin yang akan diusung sudah sangat jelas, yakni Ical.
Namun dalam konteks kontestasi politik, pencapresan dini Ical ini akan menghadirkan dua hal penting yang bisa menjadi pengganjal langkahnya menuju istana. Pertama, Ical akan menerima banyak “intrik” dari internal Partai Golkar sendiri. Kedua, Ical akan menerima banyak resistensi dari kalangan pemilih terkait record buram yang melekat pada dirinya. Merujuk pada dua hal ini, pertanyaan menariknya adalah bagaimana kira-kira prospek Ical di Pemilu 2014?
Menguruk Ceruk
Seperti kita tahu, diinternal Partai Golkar, Ical harus dihadapkan pada penolakan pencapresan dirinya dari salah satu tokoh senior berpengaruh, yakni Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung. Akbar dalam berbagai kesempatan sudah dengan lantang menolak pencapresan dini Ical ini. Meski sempat kompak menyingkirkan Surya Paloh di arena Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar tahun 2009 lalu di Riau, Akbar sepertinya lebih sreg mencalonkan Jusuf Kalla (JK) di Pemilu 2014. Penyebabnya, Kalla dipandang memiliki tingkat elektabilitas yang lebih baik dibanding Ical. Rekam jejak wakil presiden SBY periode 2004 – 2009 ini juga dinilai jauh mengungguli Ical.
Dengan peresmian pencapresan Ical pada akhir Juni lalu oleh Partai Golkar, bukan berarti Akbar dan JK akan memendam “hasrat” begitu saja untuk menuai mandat dari partai kuning. Gerbong keduanya pasti akan terus “bergerilya” mencari cara “mengkudeta” Ical jadi calon presiden. Jika tingkat elektabilitas Ical tak kunjung kompetitif dengan calon lain, sepertinya kans Akbar dan JK akan terus terbuka.
Selain tantangan resistensi dari internal Partai Golkar sendiri, Ical juga dihadapkan pada catatan buram yang melekat pada dirinya. Setidaknya, saat ini ada dua catatan suram yang siap mereduksi tingkat elektabilitasnya di kalangan pemilih. Pertama adalah terkait bencana luapan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Bencana tersebut ditengarai akibat kesalahan pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas yang merupakan anak perusahaan kelompok usaha Bakrie. Bencana ini telah menyebabkan lebih dari ratusan hektare wilayah pemukiman tenggelam dan puluhan ribu orang mengungsi. Namun, meski sudah hampir enam tahun berlalu, mekanisme penyerahan ganti rugi lahan masih terkatung-katung.
Naasnya, kejadian ini berada di Pulau Jawa yang jumlah pemilihnya pada pemilu 2009 lalu mencapai 59 persen. Sementara khusus untuk daerah Jawa Timur yang merupakan tempat kejadian bencana luapan lumpur Lapindo, adalah wilayah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia.
Catatan buram kedua Ical adalah terkait kasus skandal tunggakan pajak kelompok usaha Bakrie, yaitu PT Kaltim Prima Coal, PT Bumi Resources, dan PT Arutmin. Di berbagai kesempatan persidangan, terdakwa kasus pajak Gayus H. Tambunan berulang kali mengungkapkan bahwa kelompok usaha Bakrie memberikan uang senilai Rp100 miliar kepada dirinya guna memperlancar urusan tunggakan pajak. Namun hingga detik ini, kasus ini tak ada kabar beritanya, meski Gayus sendiri sudah mendekam di balik jeruji penjara.
Dengan dua catatan buram ini, Ical sepertinya harus bekerja ekstra keras untuk menutup ceruk curam resistensi dirinya. Untuk bisa mengendarai Partai Golkar, Ical sudah selangkah lebih maju, yakni mencapreskan diri secara dini. Meskipun kemungkinan manuver internal Partai Golkar tetap akan bisa mengancam kapan saja. Namun untuk bisa mereduksi resistensi pemilih, khususnya di wilayah Jawa, apa upaya yang bisa dilakukan Ical?
Mengipas SBY
Resistensi dari pemilih Jawa memang sepertinya sudah disadari betul oleh Ical. Itu sebabnya, Ical tak segan beriklan dengan membawa simbol-simbol kebudayaan suku Jawa. Misalnya, dalam salah satu iklan di media massa Jawa Timur, Ical berkata "Matur Nuwun" dengan menampilkan Ki Anom Suroto, dalang wayang kulit tersohor dari Solo sebagai bintang tamu. Ical juga memberikan penghargaan terhadap tokoh seniman Jawa. Bahkan, Ical sampai harus rela mencium keris, salah satu simbol perilaku kejawen yang sangat kental, untuk bisa dekat dengan pemilih Jawa.
Trik lain yang digunakan Ical untuk menutup ceruk resistensi dirinya dari pemilih Jawa adalah dengan mencoba menarik perhatian dan dukungan SBY. Caranya, dengan “mengiming-imingi” Ipar dan anak SBY, Pramono Edhie Wibowo dan Edhi Baskoro Yudhoyono, untuk digandeng sebagai wakil presiden mendampingi dirinya di pemilu 2014. Berkali-kali, Ical mengeluarkan statemen bahwa Pramono dan Ibas adalah sosok yang pas untuk mendampingi dirinya sebagai calon wakil presiden.
Apa yang dilakukan Ical ini bukan tanpa alasan. Presiden SBY merupakan tokoh yang masih diagung-agungkan oleh pemilih Jawa. Dengan citra santun, bersih, dan bersahaja, SBY tetap akan menjadi magnet baik dalam pemilu 2014 nanti. Selain itu, Partai Demokrat yang saat ini sedang mengalami krisis calon pemimpin, membuat Ical berfikir masih punya peluang untuk menjadi tokoh alternatif. SBY yang tak bisa lagi mencalonkan diri pada pemilu 2014, tentu membutuhkan tokoh alternatif untuk bisa terus menjaga trah Yudhoyono di lingkaran kekuasaan. Dengan mengipas Pramono dan Ibas, Ical berharap popularitas dan elektabilitasnya bisa naik, meskipun catatan buram tetap melekat didirinya.
Meski demikian, apa yang dilakukan Ical dengan memasang iklan massif dan mencoba merangkul tokoh-tokoh Jawa, hemat saya, tak akan terlalu banyak membantu tingkat elektabilitasnya. Dalam skala kecil, upaya Ical dengan iklan politik yang telah menelan banyak biaya ini, mungkin akan memiliki dampak. Akan tetapi dalam skala massif, harapan untuk merangkul pemilih jawa dengan berbagai macam upaya seperti itu tak akan menjadi faktor dominan.
Sejatinya, yang paling penting menurut saya untuk dilakukan Ical saat ini adalah dengan cepat menyelesaikan persoalan yang secara nyata dihadapi masyarakat, khususnya terkait catatan buram dirinya. Pertama, selesaikan dengan segera persoalan ganti rugi lahan korban Lumpur Lapindo yang terus dirundung derita. Dari pada menghabiskan bermilyar-milyar uang untuk iklan politik, akan lebih bermanfaat dengan beriklan menyelesaikan ganti rugi lahan korban lumpur lapindo. Kedua, segera selesaikan tuduhan Gayus terkait pengemplangan pajak oleh tiga perusahaan yang disebut menyogok Gayus. Karena jika hal itu tidak dilakukan, rasanya cukup sulit buat Ical untuk menandingi calon-calon lain seperti Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang memiliki rekam jejak lebih baik.
No comments:
Post a Comment