Wednesday, January 16, 2013

Badai Demokrat dan Tuah “The Special One”

Share on :

Oleh : Abdul Hakim MS


Pasca kongres II di Bandung, Mei 2010 silam, nasib Partai Demokrat diprediksi akan makin moncer menghadapi gelaran pemilu legislatif (Pileg) pada tahun 2014. Ia diproyeksi bakal mampu mempertahankan kemenangan dalam pemilu lima tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh baiknya citra partai kala itu. Dalam suksesi kepemimpinan yang diliput oleh semua media dari penjuru nusantara ketika itu, Partai Demokrat betul-betul bisa menujukkan wajah tampan partai politik (papol).

Di tengah rundungan kepemimpinan oligarkis yang cukup kuat disemua parpol tanah air, tiba-tiba Partai Demokrat bisa menunjukkan sikap elegan. Tokoh utama parpol yang biasanya menjadi simbol dan sekaligus penentu “the next leader” dalam gelaran kongres parpol, tak terjadi di Partai Demokrat. Ketua Dewan Pembina (Wanbin) Partai Demokrat, Susilo bambang Yudhoyono (SBY), yang menjadi ruh Partai Demokrat, ternyata membiarkan kontestasi kongres berjalan sesuai keinginan pemilik suara. Padahal, SBY sebenarnya memiliki calon yang dielus untuk menjadi penerus pemimpin di partai yang sudah dengan susah payah ia besut.

Syahdan, kongres II Partai Demokrat ini pun menuai banyak pujian dari berbagai kalangan. Semua pengamat politik nomor wahid di Indonesia memberi nilai “A” terhadap penyelenggaraannya. Dari berbagai hasil sigi lembaga survei juga menujukkan, bahwa Partai Demokrat sepertinya akan lancer-lancar saja dalam mengarungi “pertempuran” pemilihan umum selanjutnya.


Namun semua cerita itu berubah kala “badai Nazaruddin” tiba. Kondisi baik yang sudah tertata, tiba-tiba berantakan seketika. “Nyanyian” mantan Bendahara Umum Partai Demokrat menjadikan Demokrat sebagai parpol yang buruk rupa. Satu persatu elit penting Partai Mercy menjadi “pasien” KPK akibat tersangkut kasus rasuah. Mereka antara lain, M. Nazaruddin sendiri, Angelina Sondakh, dan yang terbaru adalah mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Alfian Mallarangeng. Dan sepertinya tak akan berhenti sampai disitu, karena kasus mega proyek Hambalang masih dikembangkan untuk menarik tersangka selanjutnya dari partai bintang bersudut tiga. Pertanyaannya, Bagiaman kira-kira nasib Demokrat selanjutnya?


Anas vs Media

Dalam satu setengah tahun menjelang perhelatan pemilu 2014, sepertinya badai yang melanda Partai Demokrat belum akan mereda. Hal ini terkait posisi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang sepertinya akan tetap menjadi “bulan-bulanan” media massa. Kasus Hambalang yang sudah kadung “divonis media” melibatkan dirinya, akan terus menjadi polemik hingga pemilu terselenggara. Meskipun seandainya Anas tak terlibat kasus yang dituduhkan kepadanya pun, namun sindrom sikap syak-wasangka publik terhadap elit yang ditengarai terlibat kasus korupsi akan tetap memberi pengaruh terhadap persiapan Partai Demokrat dalam menghadapi pileg mendatang.

Belum lagi pemberitaan yang menyebutkan adanya “ketegangan” antara Anas Urbaningrum dengan Ketua Wanbin PD, SBY. “Ketegangan” ini kerap diulas panjang oleh media massa, baik elektronik maupun cetak, dalam serial pemberitaannya. Tentu kondisi seperti ini akan semakin membuat posisi Partai Demokrat berada dipersimpangan arah.

Posisi sulit Anas Urbaningrum yang harus berhadapan dengan media massa ini, masih dipersulit lagi oleh situasi internal Demokrat yang hingga saat ini masih belum terkonsilidasikan secara baik pasca kongres 2010 silam. Adanya “pembagian kubu” peninggalan kelompok-kelompok kongres, menyebabkan DPP PD kerap bergejolak. Salah satu indikasi yang bisa dilihat adalah dengan adanya reposisi pengurus yang dilakukan oleh DPP PD beberapa waktu yang lalu. Bahkan dalam reposisi tersebut, mantan pendukung utama Anas Urbaningrum dalam kongres II yang lalu pun harus rela dipecat, yakni Ruhut Sitompul, karena kerap berseberangan dengan “kemauan” DPP PD.

Rentetan peristiwa-peristiwa tersebut di atas, tentu akan menjadi ujian berat bagi Partai Demokrat dalam upaya mempertahankan kemenangan dalam pemilu 2009 lalu. Apalagi, kinerja pemerintahan SBY di mata publik akhir-akhir ini juga ikut menurun, yang pastinya juga akan berimbas terhadap PD yang menjadi the rulling party. Diposisi seperti ini, PD betul-betul memerlukan titik tolak untuk melakukan rebound dalam memperbaiki citranya. Lantas apa kira-kira yang bisa dijadikan pijakan untuk melakukan titik tolak citra tersebut?

The Special One

Hemat saya, di tengah karut-marutnya citra PD saat ini, sosok SBY masih akan menjadi “the special one” sebagai titik tolak pembalikan perbaikan citra. Hal itu didasarkan pada dua hal. Pertama, SBY merupakan sosok yang sangat paiwai dalam melakukan pembalikan citra (master of rebound). Kedua, meskipun kinerja pemerintahan SBY dinilai tak memuaskan oleh publik, namun sejatinya, secara personal sosok SBY masih menjadi idola baik bagi publik Indonesia.

Merujuk pengalaman yang ada, predikat master of rebound dalam memperbaiki citra bisa dilihat dalam kasus yang dihadapi oleh SBY pada tahun 2003 dan 2008 silam. Pada tahun 2003, upaya SBY mencalonkan diri sebagai presiden kala itu masih dipandang sebelah mata oleh semua kalangan. Ia masih kalah moncer dibandingkan dengan Megawati Soekarnoputri. Namun pada awal 2004, SBY sudah bisa menempatkan dirinya di atas Megawati yang kemudian mengantarkannya memenangi pilpres, meski harus melalui dua putaran.

Kemudian, SBY juga pernah mengalami tingkat elektabilitas dititik nadhir pada tahun 2008 kala ia menaikkan harga. Namun dalam tempo waktu tiga bulan, SBY sudah berhasil melakukan recovery dengan tingkat elektabilits di atas 70 persen berdasarkan hasil survei Indo Barometer ketika itu. Bahkan menjelang pilpres 2009, elektabilitas SBY bisa menembus angka 80 persen yang kemudian berhasil mengantarkannya terpilih menjadi presiden hanya dalam satu putaran dalam pilpres 2009.

Saat ini, kondisi serupa juga terjadi. Meski sudah tak bisa mencalonkan diri kembali menjadi presiden, saya yakin SBY tak akan rela melihat partai yang sudah dengan berat ia besarkan luluh-lantah begitu saja. Disisi lain, SBY juga pasti memiliki keinginan untuk terus melestarikan trah Yudhoyono dilingakran kekuasaan. Dan itu ia harapkan dari putra bungsunya yang saat ini sudah ia “kader” menjadi Sekjen PD. Itu sebabnya, SBY akan kembali turun tangan untuk mengembalikan posisi PD pada kondisi terhormat. 

Mungkin yang menarik ditunggu adalah apakah langkah yang ditempuh SBY untuk dapat mengembalikan citra PD di mata publik? Apakah ia akan tetap mempertahankan Anas Urbaningrum di tengah gempuran dugaan korupsi yang membelitnya dan keluarganya, ataukah ia telah memiliki jurus sakti lainnya yang akan dikeluarkan pada saatnya nanti? Apapun langkah yang akan ditempuh oleh SBY kelak, menantu Sarwo Edhi Wibowo ini menurut hemat saya masih akan menjadi the special one yang bisa mengeluarkan PD dari kemelut berkepanjangan saat ini.

No comments: