Sangat membanggakan! Itulah mungkin kata pembuka paling tepat guna mengomentari keikutsertaan Indonesia di pentas Piala Asia 2007. Meski sempat sedikit tercoreng sebagai penyelenggara akibat insiden mati lampu kala laga Arab Saudi vs Korea Selatan, namun insiden itu seolah tertutup dengan prestasi dan perjuangan Timnas yang luar biasa!
Laga pertama dilalui Indonesia dengan manis kala menghempaskan Bahrain 2 : 1 yang notabene peringkat empat kualifikasi Piala Dunia 2006 lalu. Dilaga kedua,
Indonesia
hampir saja meraih satu poin dari Arab Saudi seandainya tak ada gol pada saat injury time. Dan dipertandingan ketiga, meski menyerah 1 : 0 dari Korea Selatan, standing ovation tetap patut diberikan melihat perjuangan Bambang Pamungkas dkk. yang tak kenal lelah!
Diluar itu semua, ada satu catatan terpenting yang mungkin wajib ditulis dalam sejarah persepakbolaan Indonesia, aksi simpatik penggila bola kita!
Setidaknya, ada empat catatan membanggakan dari suporter kita. Pertama, mungkin hanya saat inilah jiwa nasionalisme masyarakat Indonesia muncul dengan sempurna seusai perang kemerdekaan melawan penjajah. Semua orang terintegrasi dalam satu kata. Perbedaan ras, etnis, agama, kelas sosial tak lagi menjadi kendala. Semua sepakat untuk menyerukan satu ucapan, INDONESIA!
Kedua, citra penggila bola (gibol) Indonesia yang ”rusuh”, kontan hilang kala menyaksikan laga Indonesia vs Arab Saudi. Meski kalah, pemain kedua belas dengan jumlah hampir 100 ribu ini tak kemudian berprilaku anarkis. Meski ”dikerjai” wasit habis-habisan, mereka tetap menerimanya dengan jiwa sportivitas yang tinggi. Protes memang diayangkan, akan tetapi masih dalam batas yang cukup wajar.
Ketiga, Indonesia memang ”biangnya bola” di kawasan Asia. Fanatisme suporter Indonesia memang lain dari negara lainnya. Penonton yang memadati stadion utama Gelora Bung Karno pada laga Arab vs Indonesia, adalah rekor penonton terbanyak dipentas paling akbar di benua ras kuning. Dengan jumlah 88 ribu penonton yang hadir, GBK mencatatkan diri sebagai stadion yang paling banyak menampung penonton selama sejarah pentas Piala Asia.
Keempat, Piala Asia telah memberikan pelajaran cukup berharga guna mengontrol fanatisme suporter Indonesia dalam mendukung tim kesayangannya. Menang adalah harga mati buat timnas Indonesia. Akan tetapi bukan berarti kemutlakan itu menjadi alasan untuk berbuat yang tak semestinya. Kemarahan, keresahan, kesedihan dan kepedihan tatkala kalah, tak kemudian dilampiaskan dengan amarah. Sebaliknya, kekalahan dijadikan cambuk untuk melangkah dengan lebih baik dan lebih gagah!
No comments:
Post a Comment