Peristiwa kedua, datang dua hari berselang. Sekelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sedang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura, mengibarkan bendera Bintang Kejora pada Minggu 1 Juli 2007. Mereka melakukannya untuk merayakan HUT OPM (1 Juli 1969-2007). Ini juga cukup mencengangkan!
Peristiwa terakhir, terjadi seminggu menjelang, tepatnya pada tanggal 7 Juli 2007. Pada tanggal ini, Partai GAM dideklarasikan sebagai partai lokal di Aceh. Yang menjadi persoalan, partai GAM menggunakan atribut bendera yang sama persis dengan bendera GAM kala masih menjadi gerilyawan. Sontak, meski kata GAM bukan diartikan sebagai Gerakan Aceh Merdeka— deklarasi ini membuat ”gerah” seluruh elit politik dan masyarakat Indonesia.
Apa tafsir politik dari kejadian ini? Hemat saya, setidaknya ada tiga tafsir yang bisa kita baca. Pertama, aksi separatisme masih sangat kuat dalam menggalang dukugan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk dapat terus eksis bumi nusantara. Ini harus diwaspadai!
Kedua, ada dukungan yang terus mengalir dari dalam negeri untuk membuat mereka tetap ”hidup”. Tafsir ini didasarkan pada fakta adanya kejadian pengibaran bendera yang justeru ada didalam lingkaran pemerintahan sendiri –pengibaran bendera RMS dihadapan Presiden dan OPM di dalam Lapas.
Ketiga, ada pihak ketiga yang ingin menumpang secara gratis sebagai komoditas menghadapi pemilu 2009. Targetnya jelas, mengurangi popularitas SBY. Seperti kita tahu, keberhasilan terbesar SBY selama memerintah –yang ditunjukkan dari hasil berbagai survey—adalah bidang Polkam. Dengan tiga deret kejadian ini, tentu dapat meminimalisasi kepopuleran SBY dibidang Polkam.
Tentunya sah-sah saja menggunakan hal-hal di atas untuk memenangkan pemilu. Akan tetapi, komoditas yang digunakan seharusnya masih dalam batas yang wajar. Jangan sampai, hanya karena ingin cepat merengkuh kekuasaan, akan mengorbankan kerangka Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Sebaiknya kita melakukan evaluasi dan instriopeksi diri.
No comments:
Post a Comment