Jika dicermati secara seksama, setidaknya ada tiga tafsir politik terkait interpelasi Lapindo. Pertama, DPR ingin membuka front yang lebih luas dengan pemerintah melalui interpelasi ini. Seperti kita tahu, sikap kritis DPR tentang masalah luar negeri, baik interpelasi Iran, perjanjian ekstradisi dan pertahanan dengan Singapura, serta masalah blok Ambalat belum dapat menimbulkan gejolak politik yang serius.
Kedua, DPR sedang mengalihkan isu-isu menyangkut kelambanan kinerja DPR sendiri dalam bidang legislasi. Seperti kita tahu, DPR kini sedang dihadapkan pada PR berat untuk menyelesaikan Paket UU Politik. Dengan perhatian berlebih kepada kinerja pemerintah (fungsi pengawasan), tentunya akan menyita perhatian publik dan pers ketimbang menilik kinerja DPR sendiri.
Ketiga, DPR sedang mengumbar isi peti persoalan bangsa sebelum pemilu 2009. targetnya jelas, mengarahkan semua persoalan bangsa kepada sosok Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti diyakini banyak pengamat, pada pemilu 2009 nanti, SBY diyakini masih memegang kendali penuh. Oleh karenanya perlu “amunisi” tepat untuk membuatnya “meredup”.
Padahal, kalau mau objektif, sebetulnya DPR sudah harus terlibat sejak awal lumpur menyembur, yakni dengan melakukan pengawasan atas kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga nondepartemen lain dalam sidang-sidang komisi dan panitia anggaran.
DPR memiliki hak dibidang legislasi, pengawasan, dan anggaran sehingga tidak perlu harus membawa ke forum politik paripurna seperti hak interpelasi. Kalaupun DPR membawa ke forum sepenting itu, tentu yang harus dilakukan adalah mengevaluasi seluruh knerja anggota dan alat kelengkapan DPR lain, termasuk yang berhubungan dengan kinerja lembaga-lembaga pemerintahan daerah. Kecuali memang DPR sedang menurunkan wibawa hak interpelasi sebagai hak yang biasa, tidak lagi prestisius, istimewa, apalagi sakral. Sungguh sebuah Ironi!
No comments:
Post a Comment