Pertemuan demi pertemuan antara Golkar dan PDI-P bak gelombang yang menghenyak jagat perpolitikan nasional. Pertemuan ini berawal di Medan pada 20 Juni 2007, kemudian berlanjut di Palembang pada 24 Juli 2007 dan rencananya, pertemuan ini akan bergeser ke pulau Jawa yang dimulai dari Jawa Barat.
Melihat aksi kedua parpol ini, tentu banyak menimbulkan pertanyaan, ada apa dibalik pertemuan itu?
Secara faktual, pertemuan ini bisa dibilang aneh bin ajaib. Ini tak lain karena posisi Partai Golkar merupakan partainya pemerintah. Sedangkan PDI-P, sudah menancapkan dirinya sebagai partai oposisi. Tentu menjadi sebuah hal yang lucu apabila keduanya bisa bersanding, padahal PDI-P seharusnya menjadi partai yang mengkritik Golkar apabila pemerintahan yang selama ini berjalan dipandang kurang baik.
Ironisnya, koalisi ini dimaksudkan untuk mengatasi keguncangan politik nasional dibidang politik dan keamanan. Taufik Kiemas mengklaim, bahwa adanya tarian cakalele di depan Presiden dan pengibaran bendera RMS di Lapas Abipura, merupakan indikasi ketidakstabilan keamanan politik nasional. Justeru karena klaim itu, PDI-P malah melah menggandeng Partai Golkar. Logika politik yang paradoksal.
Alasan lain, pertemuan ini karena PDI-P dan PG memiliki ideologi yang sama. Ini tentu sangat ironis. Seperti kita tahu, Golkar merupakan pilar utama penyangga pemerintahan Orde Baru selain TNI. Sedangkan PDI-P berdiri karena merasa selalu dideskriditkan oleh Orba –yang didalamnya termasuk juga Golkar. Tentu alasan ini sangat mengada-ada.
Melihat hal ini, sangat patut dipertanyakan terkait komitmen Golkar sebagai partainya pemerintah. Seharusnya, jika terjadi ketidakstabilan keamanan, jalan keluarnya bukan dengan menggandeng partai oposisi. Melainkan melakukan koordinasi dijajaran partai-partai politik gerbong pemerintah. Sangat memalukan apabila ketidakmampuan mengatasi persoalan nasional, kemudian menyandarkannya terhadap partai opoisisi. Memang patut dipertanyakan komitmen Partai Golkar terhadap jalannya pemerintahan yang ada sekarang.
Hemat saya, pertemuan ini tak lain untuk menyongsong pemilu 2009. Kedua partai yang merasa mempunyai suara paling besar, akan sangat diuntungkan jika keduanya saling melengkapi. JK menguasai Indonesia bagian timur dan Megawati sangat populis di pulau Jawa. Tentu kolaborasi keduanya menjanjikan kemenangan yang manis. Hanya, dimanakah komitmen Golkar terhadap pemerintahan sekarang?
Melihat aksi kedua parpol ini, tentu banyak menimbulkan pertanyaan, ada apa dibalik pertemuan itu?
Secara faktual, pertemuan ini bisa dibilang aneh bin ajaib. Ini tak lain karena posisi Partai Golkar merupakan partainya pemerintah. Sedangkan PDI-P, sudah menancapkan dirinya sebagai partai oposisi. Tentu menjadi sebuah hal yang lucu apabila keduanya bisa bersanding, padahal PDI-P seharusnya menjadi partai yang mengkritik Golkar apabila pemerintahan yang selama ini berjalan dipandang kurang baik.
Ironisnya, koalisi ini dimaksudkan untuk mengatasi keguncangan politik nasional dibidang politik dan keamanan. Taufik Kiemas mengklaim, bahwa adanya tarian cakalele di depan Presiden dan pengibaran bendera RMS di Lapas Abipura, merupakan indikasi ketidakstabilan keamanan politik nasional. Justeru karena klaim itu, PDI-P malah melah menggandeng Partai Golkar. Logika politik yang paradoksal.
Alasan lain, pertemuan ini karena PDI-P dan PG memiliki ideologi yang sama. Ini tentu sangat ironis. Seperti kita tahu, Golkar merupakan pilar utama penyangga pemerintahan Orde Baru selain TNI. Sedangkan PDI-P berdiri karena merasa selalu dideskriditkan oleh Orba –yang didalamnya termasuk juga Golkar. Tentu alasan ini sangat mengada-ada.
Melihat hal ini, sangat patut dipertanyakan terkait komitmen Golkar sebagai partainya pemerintah. Seharusnya, jika terjadi ketidakstabilan keamanan, jalan keluarnya bukan dengan menggandeng partai oposisi. Melainkan melakukan koordinasi dijajaran partai-partai politik gerbong pemerintah. Sangat memalukan apabila ketidakmampuan mengatasi persoalan nasional, kemudian menyandarkannya terhadap partai opoisisi. Memang patut dipertanyakan komitmen Partai Golkar terhadap jalannya pemerintahan yang ada sekarang.
Hemat saya, pertemuan ini tak lain untuk menyongsong pemilu 2009. Kedua partai yang merasa mempunyai suara paling besar, akan sangat diuntungkan jika keduanya saling melengkapi. JK menguasai Indonesia bagian timur dan Megawati sangat populis di pulau Jawa. Tentu kolaborasi keduanya menjanjikan kemenangan yang manis. Hanya, dimanakah komitmen Golkar terhadap pemerintahan sekarang?
No comments:
Post a Comment