Oleh : Abdul Hakim MS
Orde baru lebih baik dibandingkan Orde Reformasi. Demikian salah satu temuan Indo Barometer kala melakukan survei nasional pada Mei 2011 dalam rangka evaluasi 13 tahun Orde Reformasi. Kita semua dibuat kaget olehnya. Mayoritas publik ternyata memiliki persepsi miring terhadap kondisi Orde yang dimulai sejak 1998 yang lalu itu.
Temuan yang tak kalah mengagetkan adalah “kegagalan Reformasi”, terkesan dibebankan sepenuhnya kepada pemerintahan SBY. Padahal, presiden dalam era Orde Reformasi telah berganti sebanyak empat kali (Bj habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY). Pembebanan “kegagalan” Orde Reformasi hanya kepada SBY, terekam dalam temuan dua variabel yang linier, yakni antara responden yang menganggap reformasi belum berhasil, memiliki kecenderungan tidak puas terhadap kinerja SBY. Sebalinya, responden yang menganggap Orde Reformasi telah sukses, memiliki kecenderungan puas terhadap kinerja SBY. Pertanyaannya, kenapa bisa demikian?
Kinerja Ekonomi
Kondisi pembebanan “kegagalan reformasi” hanya kepada SBY, hemat saya, dikarenakan publik menilai kinerja ekonomi pemerintahan SBY yang dianggap masih belum melaju dengan maksimal. Merujuk data Indo Barometer, rapor paling merah yang diberikan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY adalah persoalan ekonomi.
Sejak 2007, memang kinerja ekonomi pemerintahan SBY kurang memuaskan publik. Bahkan ketika tingkat kepuasan terhadap kinerja menantu Sarwo Edhi Wibowo berada dilevel tertinggi pada Agustus 2009, yakni 90.4%, angka kepuasan dibidang ekonomi dipandang yang terendah, meski tak jelek-jelek amat, yaitu 76%. Bandingkan dengan tingkat kepuasan dibidang politik yang mencapai 88.9%, sosial 85.4%, keamanan 81.9%, penegakan hukum 88.0% dan bidang hubungan luar negeri 78.8%. Setahun kemudian, Agustus 2010, ketika tingkat kepuasan publik menurun drastis terhadap pemerintahan SBY, yakni 50.9%, angka kepuasan terendah diberbagai bidang juga disandang oleh persoalan ekonomi, yakni 37.8%. Sementara kepuasan dibidang politik masih 51.9%, sosial 53.4%, keamanan 65.8%, penegakan hukum 49.6%, dan hubungan luar negeri 55.5%. Pun demikian ketika tingkat kepuasan publik kembali turun terhadap kinerja pemerintahan SBY pada Mei 2011 ini, yakni 48.9%. Lagi-lagi, bidang ekonomi tertulis dengan tinta merah dengan angka kepuasan sebesar 41.2%. Sementara bidang politik masih 56.7%, penegakan hukum 46.7%, keamanan 58.7%, dan hubungan luar negeri 57.9%. pertanyaanya, kenapa bisa demikian?
Jika kita tengok sebentar kinerja ekonomi pemerintah, sebenarnya SBY telah banyak melakukan terobosan penting dalam persoalan ekonomi. Data BPS menunjukkan, saat ini pemerintah telah mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6.1%. Tak mengherankan bila kemudian pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi dalam 5–10 tahun mendatang bisa menembus angka tujuh sampai delapan persen. Selain itu, target Produk Domestik Bruto juga di perkirakan mampu mencapai 1 triliun dolar AS.
Dalam mengatasi pengangguran, dalam rentang waktu 6 tahun, pemerintah telah berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 11.9 juta orang pada 2005 menjadi 8.3 juta orang pada 2010. Pun demikian halnya dengan program penanggulangan kemiskinan. Pemerintah juga berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 32.53 juta (14.15%) pada 2009 menjadi 31.02 juta (13.33%) pada 2010. Artinya, dalam satu tahun pemerintah berhasil mengentaskan penduduk miskin sebanyak 1.51 juta penduduk. Belum lagi program Kredit Usaha Rakyat (KUR), PNPM Mandiri, BLT, dan beberapa program lainnya. Pertanyaannya, kenapa publik masih merasa tidak puas?
Ketidakpuasan dibidang ekonomi ini, disebabkan “kesederhanaan” publik dalam menilai keberhasilan pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6.1% misalnya, tak dirasakan langsung oleh masyarakat. Yang dirasakan mayoritas Publik saat ini, mencari lapangan pekerjaan masih sulit, kemiskinan masih tak kunjung diatasi, dan harga sembako yang terus melambung mengikuti harga pasar. Maka tak heran jika tingkat kepuasan rakyat terhadap ketiga persoalan tersebut masih minim. Kinerja dalam pembukaan lapangan kerja berada diangka 23.2%, kepuasan terhadap pengentasan kemiskinan berada diangka 25.8%, dan kepuasan terhadap penanganan masalah harga sembako diangka 28.6%. dari hal yang sederhana inilah masyarakat menilai kinerja sebuah pemerintahan.
Mengelola Harapan
Analisis yang bisa dimunculkan terkait kenapa terjadi paradoks antara persepsi publik dan data pemerintah terkait keberhasilan kineja ekonomi bisa ditelaah dari dua arah. Pertama, persoalan pemerataan kesejahteraan. Saat ini, gap status ekonomi masyarakat kian senjang. Kemakmuran yang terjadi tidak menetes ke bawah. Yang kaya terlihat semakin pongah. Pada saat yang bersamaan, masyarakat awam merasa terhimpit secara ekonomi. Harga sembako mahal, mencari pekerjaan susah, dan lindasan kemiskinan makin menyesakkan dada mereka. Kondisi ini memposisikan publik pada situasi hopeless. Pada sisi inilah sepertinya salah satu kelemahan pemerintah saat ini.
Kedua, analisis masyarakat tidak berada pada tingkat penilaian mercusuar. Artinya, mereka menilai tingkat keberhasilan pemerintahan dari hal yang paling sederhana. Keberhasilan dibidang ekonomi misalnya, bukan dinilai melalui data BPS. Meski secara statistik angka kemiskinan menurun, tingkat pengangguran terbuka bisa direduksi, atau harga sembako naik karena inflasi. Publik tidak menilai dari situ. Yang dilihat publik adalah realitas yang mereka hadapi sehari-hari, seperti bagaimana harga sembako, bagaimana mencari pekerjaan, dan bagaimana tingkat pendapatannya. Dari sinilah bisa diketahui kenapa terjadi paradoks antara data pemerintah dan pendapat publik.
Merujuk data Indo Barometer sejak 2007, SBY adalah seorang Master of rebound. Di saat tingkat kepuasan publik menurun terhadap SBY, dengan cepat ia bisa melakukan recovery. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika SBY dalam tiga tahun sisa pemerintahannya, melakukan “pembenahan reputasi” dengan menggelindingkan program baru yang bisa menyejukkan dan membangkitkan asa publik secara positif. Karena sebenarnya, tugas pemerintah ada dua. Pertama, melakukan pekerjaan riil untuk rakyat. Kedua, mengelola harapan publik agar tidak berada pada situasi hopeless. Dua tugas inilah yang menjadi PR SBY saat ini.
No comments:
Post a Comment