Oleh : Abdul Hakim MS
Ivestor Daily, Senin, 10 Oktober 2011
Polemik reshuffle kabinet kembali mengemuka. Sinyalnya kali ini lebih kuat dibanding polemik yang sama pada 2010 tahun lalu. SBY dalam beberapa pidatonya semakin jelas menyiratkan adanya pergantian pembantunya. Tak heran jika kemudian bursah nama-nama menteri yang akan digeser atau di copot “mejeng” dihalaman depan berbagai media massa. Pertanyaannya, akankah reshuffle kabinet kali ini direalisasikan oleh SBY? Dan seberapa penting reshuffle kali ini bagi SBY?
Membaca dari pengalaman pada 2010, wacana reshuffle yang kuat kala itu ternyata tak mewujud. Keyakinan yang luar biasa dari Prof. Tjipta Lesmana bahwa reshuffle kabinet pasti ada, menguap diudara. Ujungnya, SBY ternyata lebih suka mempertahankan jajaran kabinetnya. Memang, dalam merombak pembantu-pembantunya, hanya SBY dan Tuhan saja yang tahu ending-nya.
Namun, apabila kita merujuk pada kondisi faktual saat ini, hemat saya, reshuffle kabinet sepertinya akan nyata. Hal ini dikarenakan SBY membutuhkan perombakan struktur KIB II demi menjaga survival pemerintahan hingga tiga tahun kedepan. Jika momen saat ini hilang, sangat mungkin sisa tiga tahun masa pemerintahan SBY akan goyah. Kenapa demikian?
Tiga Alasan
Paling tidak, ada tiga alasan kuat kenapa SBY harus merealisasikan reshuffle kabinet kali ini. Alasan nomor satu, pemerintahan SBY perlu membarui persepsi yang saat ini sedang berada dititik nadhir.
Seperti telah dirilis salah satu lembaga survei nasional, LSI, saat ini persepsi publik terhadap kinerja kabinet indonesia bersatu (KIB) jilid II cukup kritis. Tingkat kepuasan masyarakat berada di angka 37.7%. Ditambah lagi dari hasil evaluasi lembaga Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menyatakan, bahwa mayoritas kinerja lembaga kementrian saat ini berapor merah. Hemat saya, cara yang paling baik untuk membarui persepsi miring ini, SBY harus melakukan penggantian pembantu-pembantunya.
Alasan nomor dua, saat ini SBY membutuhkan papan pijakan yang kuat untuk kembali melakukan pantulan citra ke atas (rebound) di mata masyarakat.
Situasi yang dihadapi oleh SBY saat ini, sebetulnya merupakan ulangan kondisi yang sama pada periode Juni 2008 silam. Kala itu, citra SBY menukik tajam. Hasil survei Indo Barometer kala itu menempatkan tingkat kepuasan masyarakat berada pada angka 36.5%. Penyebabnya, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dipicu oleh melambungnya harga minyak dunia yang melonjak tajam.
Akan tetapi pada saat itu, SBY dalam beberapa bulan kemudian bisa menemukan papan pijakan kuat untuk memantulkan kembali citranya ke atas (rebound). Menurunnya kembali harga minyak dunia, memungkinkan SBY untuk kembali menurunkan harga BBM. Polemik BBM mereda dan citra SBY kembali baik di mata publik. Bahkan merujuk pada survei Indo Barometer, citra SBY dalam beberapa bulan menjelang Pilpres 2009 bisa terkatrol hingga ke angka 83.8%. Beberapa bulan setelah pilpres, tepatnya pada Agustus 2009, tingkat kepuasan publik terhadap SBY bahkan bisa menyentuh angka 90.4%. Angka terakhir merupakan citra terbaik yang dimiliki oleh SBY.
Kondisi saat ini juga sama. Survei LSI menujukkan tingkat kepuasan terhadap kinerja KIB II ada pada angka 37.7%. Memang, angka ini masih sedikit di atas angka pada Juni 2008 yang lalu. Namun kondisi ini tentu sangat kritis. Itu sebabnya SBY memerlukan papan pijakan kuat untuk kembali rebound. Jika pada Juni 2008 SBY memiliki momentum penurunan harga BBM sebagai pijakan untuk rebound, saat ini, reshuffle kabinetlah yang menurut hemat saya cukup pas untuk dijadikan papan pijakan untuk rebound.
Alasan nomor tiga, saat ini SBY memerlukan pememeliharaan terhadap asa publik. Harapan masyarakat adalah kunci menstabilkan arus dukungan terhadap pemerintahan yang berjalan. Jika kita menengok revolusi yang terjadi di Mesir dan beberapa negara di Timur Tengah, kata kuncinya karena sebagian besar masyarakat telah pupus harapannya (frustasi sosial) dalam berbagai sendi kehidupan. Dalam konteks Indonesia, frustasi sosial telah berhasil melengserkan rezim Orde Baru.
Telah banyak berhembus, bahwa saat ini ada wacana timbulnya gerakan “delegitimasi” terhadap pemerintahan SBY. Bahkan analisis beberapa kalangan, 2012 adalah masa akhir pemerintahan SBY. Akan ada social movement kuat yang akan menuju ke arah itu.
Satu-satunya cara untuk menanggulangi terjadinya social movement, SBY harus berhasil mengembalikan harapan masyarakat seperti pada situasi beberapa bulan ketika ia terpilih dipilpres 2009 yang lalu. Pemunculan harapan masyarakat, dapat mencegah dukungan terhadap gerakan delegitimasi yang telah santer diwacanakan. Dan penggantian para pembantunya saat ini yang terpersepsikan negatif, adalah pilihan tepat. Dengan mengganti menteri yang tak perform, setidaknya akan menujukkan kepada publik bahwa situasi sosial, ekonomi, dan politik akan membaik. Pemerintah terlihat akan kembali bekerja keras untuk mengelola negara ini.
Salah Pilih
Mengingat tiga alasan di atas, maka reshuffle kabinet dalam konteks saat ini telah menjadi kebutuhan. Namun untuk bisa mewujudkan tiga situasi di atas, catatan pentingnya adalah SBY tak boleh ganti pembantu asal-asalan. Harus ada kriteria jelas yang dipilih. Paling tidak, hasil evaluasi UKP4, hasil evaluasi internal kementrian, hasil evaluasi persepsi publik, dan hasil evaluasi koalisi partai politik harus menjadi pertimbangan serius.
Pilihan Reshuffle kabinet juga tanpa resiko. Selain bisa menciptakan tiga situasi di atas, Ia juga bisa menjadi kapak bermata ganda. Jikalau SBY mereshuffle kabinet dan tak bisa memuaskan sebagian besar kalangan, baik masyarakat, akademisi, politisi dan kalangan usahawan, bukan tak mungkin pergantian menteri akan menjadi penegas citra negatif saat ini. Implikasinya sangat jelas, goyahnya pemerintahan SBY karena akan derasnya arus kritik. Namun apabila reshuffle kabinet berhasil melegakan sebagian besar kalangan di atas, bukan tidak mustahi SBY bisa rebound seperti situasi pada Juni 2008.
Merujuk pada analisis di tas, SBY sebaiknya melakukan pergantian pembantunya saat ini. Saat usia KIB II genap dua tahun. Tak bisa ditunda-tunda lagi. Namun yang harus dicatat, SBY tidak boleh salah pilih.
No comments:
Post a Comment